Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inggris Masih Berpotensi Hadapi No-Deal Brexit

Komisi Eropa mengungkapkan masih ada kekhawatiran yang timbul terkait proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa, yang kemungkinan tidak akan berjalan semulus rencana.
Pengunjuk rasa anti Brexit melambaikan bendera Uni Eropa di luar Gedung Parlemen Inggris di London, Inggris, Selasa (13/11/2018)./Reuters-Toby Melville
Pengunjuk rasa anti Brexit melambaikan bendera Uni Eropa di luar Gedung Parlemen Inggris di London, Inggris, Selasa (13/11/2018)./Reuters-Toby Melville

Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker mengatakan masih ada kekhawatiran yang timbul terkait proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa, yang kemungkinan tidak akan berjalan semulus rencana.

Juncker mendesak Inggris untuk memanfaatkan waktu penundaan Brexit yang diberikan Uni Eropa (UE) selama 6 bulan untuk mencapai sebuah kesepakatan solutif dengan Parlemen.

"Tidak ada yang tahu bagaimana Brexit akan berakhir. Ini menciptakan ketidakpastian yang sangat besar. Masih ada kekhawatiran Inggris berpotensi meninggalkan UE tanpa kesepakatan, atau no-deal Brexit," ujarnya, seperti dilansir Reuters, Sabtu (20/4/2019).

Meskipun perpanjangan waktu hingga 31 Oktober 2019 telah memberikan sedikit kejelasan tentang kapan, bagaimana, atau bahkan jika, Brexit benar akan terjadi, tapi Inggris harus menggunakan waktu tersebut dengan bijak.

“Saya berharap Inggris akan menggunakan waktu ini dan tidak menyia-nyiakannya lagi. Kami tidak dapat terus menunda proses ini. Solusi terbaik adalah bagi Inggris untuk mengadopsi kesepakatan Brexit selama waktu tambahan yang telah disepakati," lanjut Juncker.

Isi kesepakatan Brexit, yang merupakan hasil negosiasi Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May dengan UE, telah ditolak sebanyak tiga kali oleh Parlemen Inggris.

Pada kesempatan yang sama, Juncker juga membahas kemungkinan pemilihan di Parlemen UE, yang akan dilaksanakan bulan depan, sarat akan risiko manipulasi asing.

Dengan harapan Inggris masih akan terlibat dalam pemilihan kali ini, proporsi kursi di majelis yang dikuasai oleh eurosceptics--para pengkritik UE--terlihat naik menjadi 14,3 persen dari sekitar 10 persen saat ini, berdasarkan kompilasi jajak pendapat nasional yang diselenggerakan oleh Parlemen Eropa.

“Saya bisa melihat upaya untuk mencurangi pemilihan Parlemen Eropa. Ini berasal dari beberapa tempat dan tidak hanya dari luar UE. Negara-negara di UE juga berusaha mengarahkan kehendak pemilih ke arah tertentu dengan berita palsu,” terangnya, seraya menambahkan bahwa Komisi Eropa siap menangani masalah ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper