Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

CEK FAKTA Konten Rekayasa dan Manipulasi Opini QC Pilpres 2019

Informasi itu terkait konten digital berupa unggahan kalimat di twitter : “Rekayasa dan manipulasi OPINI melalui hasil QC Pilpres 2019 sudah lama direncanakan dan disiapkan oleh lembaga survey yg diundang Jokowi Mei 2018 Mengapa kita mau jadi korban pembodohan merek??”
Bisnis.com bersama tiga lembaga survei yang terdaftar di KPU yaitu Indikator Politik Indonesia, Charta Politika, dan Poltracking Indonesia, ikut mempublikasikan hasil hitung cepat (quick count) Pilpres 2019 dan Pileg 2019. Bisnis/RNI
Bisnis.com bersama tiga lembaga survei yang terdaftar di KPU yaitu Indikator Politik Indonesia, Charta Politika, dan Poltracking Indonesia, ikut mempublikasikan hasil hitung cepat (quick count) Pilpres 2019 dan Pileg 2019. Bisnis/RNI

Bisnis.com, JAKARTA - Terdapat informasi yang menyesatkan atau misleading oleh akun twitter Irene @IreneViena (https://twitter.com/IreneViena/status/1118437427083792384).

Informasi itu terkait konten digital berupa unggahan kalimat di twitter : “Rekayasa dan manipulasi OPINI melalui hasil QC Pilpres 2019 sudah lama direncanakan dan disiapkan oleh lembaga survey yg diundang Jokowi Mei 2018 Mengapa kita mau jadi korban pembodohan merek??”

Dari penelusuran fakta, terkait lembaga survei, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah meregistrasi 40 lembaga yang bisa melakukan survei dan hitung cepat. Dikutip dari Bisnis.com, 40 lembaga survei itu telah diverifikasi KPU, terkait pendanaan serta transparansi.

Selain itu, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh lembaga survei. Mereka harus menyerahkan dokumen rencana jadwal dan lokasi jajak pendapat dan penghitungan cepat hasil pemilu, akte pendirian, susunan kepengurusan lembaga, surat keterangan domisili, surat keterangan telah bergabung dalam asosiasi lembaga survei, foto pimpinan lembaga, dan beberapa surat pernyataan.

Pernyataan itu adalah tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu, tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan pemilu, bertujuan meningkatkan partisipasi pasyarakat secara luas, mendorong terwujudnya suasana kondusif bagi penyelenggaraan pemilu yang aman, damai, tertib, dan lancar.

Selain itu lembaga survei benar-benar melakukan wawancara dalam pelaksanaan survei, tidak mengubah data lapangan maupun dalam pemrosesan data, menggunakan metode penelitian ilmiah, dan melaporkan metodologi pencuplikan data, sumber dana, jumlah responden, tanggal dan tempat pelaksanaan survei penghitungan cepat.

Dengan begitu, KPU berupaya menjamin independensi lembaga survei. Lembaga survei di luar 40 lembaga teregistrasi KPU, tidak dibenarkan.

Terkait pertemuan lembaga survei dengan Joko Widodo di Istana Merdeka pada Mei tahun lalu, terdapat informasi pertemuan tersebut memang terjadi. Akan tetapi, pertemuan itu tidak hanya dari lembaga survei, melainkan pula para pengamat politik, dan lembaga sipil lainnya.

Dikutip dari Kumparan, pertemuan dilakukan tertutup sejak pukul 16.45 WIB hingga 17.40 WIB. Usai pertemuan, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menjelaskan saat bertemu Jokowi membicarakan berbagai macam hal.

"Wah macam-macam sih. Sebenarnya bukan saja lembaga survei tapi juga ada banyak kampus. Ada Unpad, UGM, Unair, UI, UIN, terus ada lembaga kayak Perludem, juga Habibie Center," kata M Qodari di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/5).

Sedangkan Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi meminta masukan mulai dari masalah pemerintahan hingga elektabilitas menjelang pilpres 2019. "Tadi teman-teman juga menyampaikan hasil survei masing-masing," kata Syamsuddin kepada wartawan usai pertemuan.

Adapun Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem), Titi Anggraini menambahkan dia menyampaikan tiga hal kepada Jokowi. Pertama terkait dengan perlidungan hak pilih warga negara untuk pilkada dan pemilu. Kedua tentang hak dipilih mantan koruptor di kontestasi pemilihan anggota legislatif.

"Berikutnya harus ada respons terkait penyimpanan KTP elektronik rusak dan cacat biar tidak menjadi spekulasi dan juga kontroversi yang melahirkan teori konspirasi menjelang pilkada dan pemilu," lanjut Titi.

Berdasarkan penelusuran fakta tersebut, unggahan akun twitter Irene dinilai mengandung penyesatan informasi atau misleading.

https://kumparan.com/@kumparannews/jokowi-undang-indo-barometer-charta-hingga-perludem-bahas-isu-politik

https://nasional.kompas.com/read/2018/05/31/19223091/bertemu-jokowi-di-istana-pengamat-politik-sampaikan-hasil-survei

https://www.liputan6.com/news/read/3545589/jokowi-kumpulkan-pengamat-politik-dan-lembaga-survei-di-istana

https://kabar24.bisnis.com/read/20190416/15/912473/hasil-quick-count-pilpres-2019-lembaga-survei-tak-terdaftar-di-kpu-bisa-dipidana


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Editor : Akhirul Anwar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper