Bisnis.com, JAKARTA -- Tim Cek Fakta yang merupakan gabungan dari beberapa elemen seperti Asosiasi Media Siber Indonesia atau AMSI, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Mafindo, serta Google Initiative melakukan monitor dan pengencekan fakta selama berlangsungnya pemilihan umum pada 16-17 April 2019.
Metode cek fakta ini merekam jejak digital yang viral serta mengandung muatan politis terkait Pemilu 2019. Rekam digital tersebut kemudian diperiksa oleh para relawan dari kalangan mahasiswa, serta mesti melalui tahap verifikasi oleh para awak media yang bertugas.
Salah satu informasi keliru yang ditemukan adalah keterangan yang disebarkan akun @IreneViena di Twitter, Rabu (17/4/2019). Informasi itu terkait konten digital yang menyatakan bahwa rekapitulasi hasil Pemilu tercepat dan akurat di luar Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah Bintara Pembina Desa (Babinsa).
Rekap hasil pemilu tercepat & akurat di luar KPU adalah Babinsa (Bintara Pembina Desa)
— Irene (@IreneViena) 17 April 2019
Pada 2014
Hasil suara 501 ribu TPS se Indonesia dicatat & diteruskan Babinsa ke Cikeas Center (SBY), Panglima TNI, Kasad, Aster TNI AD dst
Sayangnya rekap itu tdk pernah diinfo ke publik
Pada Pilpres 2014, dikutip dari Kompas.com, terdapat informasi dari warga di Jakarta Pusat terkait aktivitas Babinsa yang mendata pilihan warga dan pengarahan suara ke pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Namun, setelah dikonfirmasi terkait aktivitas itu, disebutkan tidak ada perintah langsung dari pimpinan atau secara struktural.
Secara cepat, Tim Gabungan dari Kodam Jaya menindaklanjuti informasi tersebut. Penyelidikan digelar selama 5-8 Juni 2014 dan teridentifikasi anggota Babinsa bernama Koptu Rusfandi dan Koramil Gambir Kapten Infanteri Saliman dinyatakan bersalah.
Dari penyelidikan tersebut, keduanya dijatuhkan sanksi. Hasil penyelidikan menemukan bahwa Koptu Rusfandi terbukti melakukan pendataan pilihan warga di area tugasnya sebagai Babinsa. Tetapi, dia tidak bermaksud mengarahkan pilihan warga.
Yang terjadi, berdasarkan penyelidikan Mabes TNI, ketika seorang warga Jakarta Pusat tidak langsung memberikan jawaban saat ditanya tentang preferensinya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, Koptu Rusfandi berusaha mendapatkan konfirmasi dengan cara menunjuk pada gambar partai politik pengusung calon presiden.
"Secara kebetulan, gambar yang digunakan untuk mengonfirmasi pertama kali adalah gambar partai politik calon presiden nomor urut 1," kata Brigjen Andika dalam siaran pers yang diterima, Minggu (8/6/2014).
Hal tersebut, lanjutnya, kemudian menimbulkan kesan seolah-olah Koptu Rusfandi “mengarahkan” warga di Jakarta Pusat untuk memilih salah satu calon presiden.
"Pimpinan TNI AD tidak pernah memberikan perintah kepada jajarannya untuk melakukan pendataan preferensi warga di Pemilihan Presiden 2014. Perintah ini juga tidak pernah diberikan oleh Pangdam Jaya berturut-turut sampai dengan Danramil-nya, Kapten Inf Saliman," tegasnya.
Selain tidak ada aktivitas pendataan oleh Babinsa di lokasi lain, terkait peristiwa tersebut pun, SBY menyatakan Babinsa terkait bisa dikenakan sanksi. Hal itu diutarakan Menteri Sekretaris Negara saat itu, Sudi Silalahi.
Berikut tautan terkait latar belakang peristiwa pada 2014:
https://nasional.kompas.com/read/2014/06/08/1151263/Kasus.Babinsa.Danramil.dan.Koptu.Rusfandi.Dijatuhi.Sanksi
http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/06/09/sby-babinsa-dikenaik-sanksi-jika-memihak-capres-tertentu