Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemecatan 1.466 ASN Koruptor Lamban, Berikut 3 Rekomendasi ICW

Dalam catatan ICW, per akhir Januari 2019, 1.466 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi terpidana korupsi belum dipecat dari statusnya sebagai ASN.
Aparatur sipil negara berfoto bersama seusai mengikuti upacara peringatan HUT ke-46 Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), di Monas, Jakarta, Rabu (29/11/2017)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Aparatur sipil negara berfoto bersama seusai mengikuti upacara peringatan HUT ke-46 Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), di Monas, Jakarta, Rabu (29/11/2017)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch menyatakan pemecatan 1.466 Aparatur Sipil Negara yang menjadi terpidana korupsi masih jalan di tempat. Padahal, proses pemecatan ditargetkan tuntas pada April 2019. 

Dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis, Sabtu (13/4/2019), Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan masih belum selesainya proses pemecatan tersebut, menginat Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut masih menerima gaji yang berasal dari anggaran milik publik.

"Tanpa langkah tegas dari Kementerian Dalam Negeri, [pemecatan ASN] tidak akan selesai," tegas ICW.

Dalam catatan ICW, jumlah ASN yang telah divonis bersalah karena terbukti melakukan korupsi mencapai 2.357 orang. Per September 2018, 98 ASN koruptor tercatat bekerja di pemerintah pusat dan 2.259 orang bekerja di pemerintah daerah. 

"Per akhir Januari 2019, 1.466 belum dipecat dari statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)," lanjut ICW.

Lambatnya proses pemecatan menunjukkan ketiadaan komitmen dari Pejabat Pembinaan Kepegawaian (PPK), baik di tingkat pusat maupun daerah. Menurut ICW, PPK di semua tingkatan lalai menjalankan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 87 ayat (4) huruf b. 

PPK juga disebut melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil Pasal 250 huruf b.

Aturan lain yang dilanggar yaitu Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 182/6597/SJ; Nomor 15 Tahun 2018; Nomor 153/Kep/2018 tentang Penegakan Hukum Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap Karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan yang Ada Hubungannya Dengan Jabatan butir Kedua huruf a dan butir Ketiga.

"Kemendagri sebagai pihak yang memiliki kewenangan sebagaimana tercantum dalam Pasal 373 UU 24/2014 tentang pemerintah daerah, semestinya berperan aktif dalam merespons lambatnya PPK," tulis ICW.

ICW juga mengutip pernyataan Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto di media daring yang mengatakan kementerian tersebut sedang merumuskan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) terkait proses pemecatan ASN koruptor. 

Permendagri tersebut mengatur bahwa Sekretaris Daerah (Sekda) dapat dijatuhi sanksi hingga pemecatan jika tidak memecat ASN terpidana korupsi. Tetapi, hingga saat ini, Permendagri tersebut tidak diketahui keberadaannya.

ICW pun mendesak Kemendagri untuk segera mengambil tiga langkah cepat. Pertama, segera menerbitkan Permendagri yang mengatur pemberian sanksi kepada PPK di tingkat pusat maupun daerah apabila belum memecat ASN terpidana korupsi hingga akhir April 2019. 

Kedua, pascadikeluarkannya Permendagri tersebut, Kemendagri juga harus benar-benar memastikan bahwa peraturan yang dikeluarkan ditaati oleh seluruh PPK di tingkat pusat ataupun daerah. 

Ketiga, Kemendagri harus segera berkoordinasi dengan instansi Kementrian/Lembaga terkait dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mempercepat proses pemecatan ASN terpidana korupsi.

"Sejumlah langkah tersebut mendesak untuk segera dilakukan Kemendagri sebagai bagian dari menjaga marwah etika publik yang seharusnya dimiliki oleh lembaga eksekutif selaku pemberi pelayanan publik," ucap ICW.

Selain itu, hal ini juga penting dilakukan agar potensi kerugian negara akibat gaji yang terus dibayarkan kepada ASN terpidana korupsi tidak semakin membengkak.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Annisa Margrit

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper