Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur terus menggalakkan pentingnya literasi bagi masyarakat setempat demi meningkatkan kemampuan dan pengembangan Sumber Daya Manusia. Salah satu hal yang dilakukan adalah melalui festival literasi di berbagai kabupaten kota.
Setelah sukses menggelar Festival Literasi di Kabupaten Lembata pada 2018, tahun ini dilaksanakan Festival Literasi Nagakeo pada Agustus 2019 dengan menggandeng Perpustakaan Nasional. Nagakeo sendiri termasuk salah satu kabupetan termuda di NTT yang baru berusia 12 tahun, sebagai wilayah pemekaran dari Kabupetan Ngada.
Julie Sutrisno Laiskodat, Istri Gubernur NTT yang juga Ketua Dekranasda NTT mengakui bahwa sebetulnya minat baca masyarakat di NTT terbilang cukup tinggi, hanya saja fasilitas dan jaringan yang dimiliki masih minim.
Karena itu pihaknya menggandeng Perpustakaan Nasional untuk memfasilitasi kami dengan buku yang ada. Sebab, untuk menciptakan masyarakat yang memahami nilai literasi dibutuhkan upaya dengan memperbanyak sumber informasi berkualitas yang mudah diakses siapapun.
“Setelah dari Lembata dan Nagakeo, pelan-pelan akan masuk ke kabupaten lain, saya akan ajak Perpusnas untuk membantu NTT yang selama ini tidak terlihat dan tidak terjangkau,” ujarnya pada acar soft launching Festival Literasi Nagakeo 2019, Kamis (11/4/2019).
Julie belum mengetahui secara pasti berapa banyak buku yang akan disumbangkan untuk masyarakat di Nagakeo. Namun jika berkaca pada acara sebelumnya, usai kegiatan festival, pemkab Lembata mendapatkan satu mobil dan dua motor perpustakaan dengan isi 3.000 buku.
Menurutnya, selain dalam bentuk perpustakaan dan buku fisik, pemerintah NTT juga ingin memiliki e-perpustakaan. Namun, untuk dapat go digital, diperlukan pembangunan infrastruktur jaringan, mengingat di kawasan tersebut jaringan digital terbilang masih sulit.
Sementara itu, Bupatei Nagakeo, Johanes Don Bosco Do beraharap adanya kerjasama dengan Perpustakaan Nasional tersebut dapat mendukung Nagakeo untuk bisa berlari cepat memasuku era peradaban digital.
“Akan ada banyak tantangan yang dihadapi ke depannya, tetapi dengan dukungan berbagai pihak, kami masyarakat Nagakeo yang baru berusia 12 tahun dapat berlari cepat memanfaatkan peluang yang disajikan pada era informasi ini,” ujarnya.
Festival Literasi Nagakeo ini bukan hanya menghadirkan literasi berupa buku bacaan saja, tetapi juga literasi tenun, literasi kuliner, termasuk pariwisata. Dia berharap festival ini juga dapat menjadi langkah awal memperkenalkan Nagakeo kepada segenap masyarakat Indonesia.