Bisnis.com, JAKARTA - Uang pensiun bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dianggap wajar diberikan. Akan tetapi, besaran uang pensiun bagi anggota dewan diharap setara dengan gaji pensiunan pegawai terendah di masa depan.
Direktur Pusat Studi Konstitusi ( PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, pemberian uang pensiun bagi anggota parlemen sebenarnya menjadi polemik di sejumlah negara.
Akan tetapi, di Indonesia uang pensiun bagi anggota dewan dianggap masih relevan.
Hanya saja tidak boleh terlalu jauh dari pensiunan pegawai golongan terendah. Mestinya, harus ada konsep margin dimana gaji pensiun anggota DPR setara gaji pensiunan pegawai terendah
"Sehingga saat menjabat mereka benar-benar memperjuangkan nasib pegawai terendah," kata Feri kepada Bisnis, Selasa (9/4/2019).
Aturan mengenai uang pensiun bagi anggota DPR diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.
Beleid itu menyebut, pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara yang berhenti dengan hormat dari jabatannya berhak memperoleh pensiun.
Besarnya dana pensiun yang berhak diterima minimal 6% dan maksimal 75% dari dasar pensiun.
Berdasarkan Surat Menteri Keuangan S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR RI Nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, anggota DPR berhak mendapat uang pensiun 60% dari gaji pokok setiap bulan.
Itu artinya, ada Rp3,02 juta dana pensiun yang bisa diterima eks anggota DPR yang merangkap ketua. Gaji pokok anggota DPR merangkap ketua sebesar Rp5,04 juta per bulan.
"Jadi ini pengalaman di beberapa negara bahwa akan sulit kalo mereka memegang 3 fungsi parlemen tidak memikirkan kesejahteraan di saat pensiun, maka dia akan menyimpangkan kekuasaan. Maka jaminan pensiun jadi masuk akal," katanya.