Bisnis.com, JAKARTA - Faksi-faksi pro-demokrasi bergerak untuk menggagalkan partai yang didukung junta militer di Thailand agar tidak bisa membentuk pemerintahan setelah pemilu pertama digelar sejak kudeta 2014.
Partai Phalang Pracharat yang didukung junta militer berada di posisi terdepan untuk kembali berkuasa sebagai pemerintahan sipil. Hasil awal dari jajak pendapat menunjukkan partai tersebut memperoleh suara mayoritas yang tak terduga.
Sekitar 7,6 juta suara dukuasai Phalang Pracharat dari 94% suara yang dihitung, menurut Komisi Pemilihan Umum.
Kondisi itu membuat mantan panglima milter Prayut Chan-O-Cha berpeluang kembali menjadi perdana menteri. Partai itu unggul sekitar 400.000 dari Pheu Thai, partai populis yang digulingkan dari kekuasaan oleh kudeta pada 2014.
Partai itu berafiliasi dengan mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra yang diasingkan.
Namun Pheu Thai tampaknya masih akan menjadi partai terbesar di majelis rendah dengan menguasai 137 kursi. Partai itu juga siap menerima tawaran dari partai-partai lain di kubu pro-demokrasi yang bermaksud menciptakan aliansi.
Baca Juga
Sedangkan sejumlah partai yang meguasai suara anak muda dengan raihan sekitar lima juta suara menyatakan dalam sebuah pernyataan Selasa malam bahwa mereka akan bergabung dengan "koalisi partai-partai yang menentang perpanjangan" kekuasaan junta.
Pihak-pihak tersebut akan bertemu pada hari ini untuk membahas koalis mereka sebagaimana dikutip ChannelNewsAsia.com.
Para ahli memperkirakan akan dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menentukan pihak yang akan berkuasa dan membentuk pemerintahan dengan pemain utama partai Pheu Thai dan Phalang Pracharat. Pada sisi lain banyak pihak yang curiga dengan kecurangan pemilu yang meluas.
Amerika Serikat mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka melihat "tanda-tanda positif" dari kembalinya demokrasi di negara itu, tetapi mendesak penyelidikan transparan atas dugaan kecurangan pemilu yang tersebar luas.