Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra meyakini pemilihan umum Thailand yang digelar pada Minggu (24/3/2019) dipenuhi praktik kecurangan.
Thaksin mengungkapkan kecurangan itu sengaja dilakukan untuk memenangkan petahana Jenderal Prayut Chan-ocha beserta partai promiliter yang mengusungnya.
Pemilu kemarin lusa tersebut merupakan pesta demokrasi pertama Thailand dalam 8 tahun terakhir. Pada kesempatan ini sekitar 50 juta penduduk yang masuk daftar pilih memberi hak suara untuk 80 partai peserta pemilih.
Kendati demikian, Komisi Pemilihan Thailand belum mengumumkan hasil akhir dari perhitungan suara. Pihak penyelenggara sejauh ini baru mengumumkan pemenang 350 dari total 500 kursi majelis rendah parlemen Gajah Putih.
Adapun hasil awal itu memperlihatkan bahwa partai yang berafiliasi dengan keluarga Shinawatra, Pheu Thai, unggul dengan 138 kursi Dewan Perwakilan Rakyat, disusul dengan partai projunta Palang Pracharat yang mendapat 96 kursi.
Unggul dalam perhitungan kursi parlemen tak lantas membuat oposisi yang didukung Thaksin lega. Perhitungan suara populer justru menunjukkan bahwa Palang Pracharat unggul. Mereka berhasil mendapatkan 7,69 juta suara, mengungguli Pheu Thai yang mendapat 7,23 juta suara.
Hal itu membuat banyak pihak mempertanyakan kredibilitas pihak penyelenggara pemilu sekaligus memunculkan dugaan adanya manipulasi.
"Saya tahu bahwa pemerintahan junta Thailand ingin tetap berkuasa, tapi saya dibuat tak percaya dengan sejauh mana mereka memanipulasi pemilihan. Saya kaget, bahkan dengan standar yang diterapkan oleh pemerintahan saat ini, saya yakin saya bukan satu-satunya yang merasa demikian," ungkap Thaksin dalam sebuah tulisan yang dikirim ke The New York Times.
Indikasi manipulasi itu, kata Thaksin, terlihat dari aksi komisi pemilihan yang berhenti merilis hasil hitung suara pada Minggu dan menundanya sampai Senin sore. Selain itu, angka yang dirilis menunjukkan inkosistensi.
Ia juga mengungkapkan bahwa jumlah surat suara yang dihitung justru melebihi jumlah orang yang memberi suara.
"Di sejumlah daerah, tingkat partisipasi bahkan dilaporkan mencapai 200 persen. Hasil yang diumumkan oleh komisi pemilihan di sejumlah konstituen juga tak sesuai dengan yang dilaporkan di tempat pemungutan suara," sambungnya.
Kejanggalan dalam pemilihan ini tak sampai di situ. Thaksin juga menyebutkan ada sejumlah besar suara yang dinyatakan tak sah. Selain itu, terdapat surat suara tak sah yang justru dihitung sebagai suara sah bagi partai besutan Prayut, Palang Pracharat.
"Junta telah menunjuk anggota komisi pemilihan dan mengintervensi lembaga yang seharusnya independen," tegas Thaksin.
Thaksin Shinawatra adalah Perdana Menteri Thailand yang menjabat selama periode 2001 sampai 2006. Ia digulingkan oleh junta militer karena dituding melakukan penyalahgunaan jabatan dan korupsi.
Kendati berada di pengasingan, pengaruh pebisnis tersebut masih dirasakan di Thailand. Adik perempuannya, Yingluck Shinawatra juga menjabat sebagai perdana menteri selama kurang lebih tiga tahun. Sebagaimana kakaknya, kepemimpinan Yingluck tak berjalan lama, ia dikudeta militer pada 2014.