Bisnis.com,JAKARTA — Indonesia Halal Watch menyiapkan sosialisasi dan pelatihan jelang pemberlakuan Undang-undang No.33/2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Sebagaimana diketahui, regulasi tentang jaminan produk halal itu mulai diberlakukan pada Oktober 2019 sehingga semua produk yang beredar di masyarakatwajib memiliki sertifikasi halal sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 4 UU ini.
Ikhsan Abdullah, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) mengatakan bahwa sosialisasi dan edukasi tentang UU ini mesti benar-benar dilakukan secara masif kepada dunia usaha dan masyarakat, karena ketentuan Pasal 4 UUJPH ini akan berimplikasi hukum.
“Bila sampai batas waktunya tiba, maka pelaku usaha yang produknya belum bersertifikasi halal akan terkena sanksi berupa denda ataupun sanksi pidana sebagaimana ketentuan Pasal 56 dan Pasal 57 UU JPH dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar,” ujarnya, Senin (25/3/2019).
Karena itu, kali ini, sosialisasi dan pelatihan ditujukan kepada para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang dilaksanakan di kawasan Cikini, Jakarta, pada Selasa (26/3/2019). Para peserta pelatihan, lanjutnya, diharapkan siap untuk menjalani sertifikasi halal sehingga terhindari dari sanksi.
“Pelatihan ini langsung diberikan oleh para narasumber dari Komisi Fatwa MUI, LPPOM MUI, BPOM dan para pakar halal dari IHW,” ucapnya.
Terkait sertifikasi halal, Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso menyatakan bahwa proses sertifikasi halal saat ini masih dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Hal ini masih akan terus berlangsung hingga perangkat aturan pendukung dan infrastruktur sistem informasi halal siap beroperasi.
Salah satu regulasi yang saat ini dikebut adalah Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
"Begitu RPP JPH tersebut selesai ditandatangani dan disahkan menjadi PP JPH, maka kewenangan penerbitan sertifikasi halal berada sepenuhnya di BPJPH selaku leading sector Jaminan Produk Halal,” ungkap Sukoso.
Menurut Sukoso, saat ini Rancangan PP JPH sudah diparaf oleh sejumlah menteri dan lembaga terkait. Terakhir, Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) juga sudah membubuhkan paraf untuk kemudian diserahkan ke Sekretariat Negara untuk proses penandatanganan oleh Presiden. "Semua sudah paraf, sehingga RPP bisa diajukan ke Presiden untuk ditandatangani," tuturnya.
"Semoga PP segera terbit sehingga BPJPH bisa segera laksanakan amanat UU sertifikasi halal," imbuh Sukoso.
Sukoso menegaskan, PP JPH akan menjadi regulasi pokok pelaksanaan JPH oleh BPJPH. Bersamaan dengan itu, pihaknya terus melakukan beragam persiapan. Mulai dari melakukan pelatihan auditor halal, membangun kerjasama dengan PTKN maupun PTKIN terkait penyediaan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), hingga membangun sistem aplikasi online.
"Segera setelah regulasi pelaksana UU JPH tersebut disahkan dan sistem aplikasi online yang saat ini tengah dibangun BPJPH dapat beroperasi secara efektif, maka pengajuan pendaftaran sertifikasi halal akan dilaksanakan di BPJPH," tegasnya.
Tanpa terbitnya PP tersebut, BPJPH belum bisa beroperasi. Karenanya, dalam masa tunggu itu, pengajuan permohonan pengajuan sertifikasi halal mengikuti ketentuan yang telah berlaku sebelumnya. Hal ini sesuai bunyi pasal 59 dan 60 UU JPH.
Pasal 59 menyebutkan: Sebelum BPJPH dibentuk, pengajuan permohonan atau
perpanjangan Sertifikat Halal dilakukan sesuai dengan tata cara memperoleh Sertifikat Halal yang berlaku sebelum Undang-Undang ini diundangkan. Sedang pasal 60 mengatur bahwa MUI tetap menjalankan tugasnya di bidang Sertifikasi Halal sampai dengan BPJPH dibentuk.
“Artinya, MUI bisa tetap melaksanakan tugasnya di bidang sertifikasi halal sampai perangkat pelaksanaan UU JPH sudah lengkap dan BPJPH bisa melaksanakan tugas fungsinya,” ujarnya.
UU JPH mengatur bahwa penerbitan sertifikasi halal melibatkan BPJPH sebagai regulator, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang meliputi auditor dan MUI sebagai pemberi fatwa produk. Karenanya, di 2019, BPJPH akan segera menjalin sinergi dengan LPH.
"Sinergi dengan MUI selama ini sudah berjalan sehingga tidak ada masalah," jelasnya.
Disinggung perihal pembiayaan sertifikasi halal, Sukoso menjelaskan bahwa saat ini tengah dirumuskan bentuk pengelolaan keuangannya secara Badan Layanan Umum. Sesuai Pasal 44 dan Pasal 45 UU JPH, besaran biaya sertifikasi halal akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.