Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TKN Jokowi-Ma'ruf Sebut Kampanye Delegitimasi Pemilu 2019 Mirip Propaganda Trump di Pemilu AS 2016

TKN Jokowi-Ma'ruf menyoroti hasil survei Saiful Mujani Research Center (SMRC) terkait adanya masyarakat yang tidak percaya terhadap lembaga penyelenggara Pemilu, seperti KPU dan Bawaslu.
Jubir Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Ace Hasan Syadzily /Antara
Jubir Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Ace Hasan Syadzily /Antara

Bisnis.com, JAKARTA — TKN Jokowi-Ma'ruf menyoroti hasil survei Saiful Mujani Research Center (SMRC) terkait adanya masyarakat yang tidak percaya terhadap lembaga penyelenggara Pemilu, seperti KPU dan Bawaslu.

Juru Bicara TKN Jokowi-Ma'ruf Tb Ace Hasan Syadzily menyayangkan masih adanya 13% dari total pemilih atau sekitar 25 juta orang yang tidak percaya bahwa pemilu ini akan berjalan dengan baik, sebab penyelenggara pemilu tidak netral.

Terlebih, sebagian besar dari pihak yang tidak percaya terhadap netralitas penyelenggara pemilu itu adalah pendukung paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi.

"Itu artinya kampanye kubu sebelah yang melakukan upaya delegitimasi pemilu telah menampakkan hasilnya," ungkap politisi Partai Golkar ini dalam keterangan resminya, Senin (11/3/2019).

"Isu 7 kontainer kertas suara sudah tercoblos, kotak suara berbahan kardus dan terakhir demonstrasi yang dipimpin Amien Rais soal IT KPU membuat persepsi itu sudah mulai dipercayai masyarakat," tambahnya.

Menurut Ace, hal ini patut diwaspadai. Sebab, kampanye Donald Trump dalam Pemilu Amerika Serikat (AS) 2016 yang kerap menyebut penyelenggara Pemilu tak netral, ternyata efektif untuk menjatuhkan petahana, yaitu Partai Demokrat.

"Mereka membentuk opini bahwa terjadi berbagai kecurangan dalam persiapan hingga pencoblosan pemilu untuk mendelegitimasi Hillary dan Partai Demokrat sebagai partai petahana," jelas Ace.

Sekadar informasi, sebelumnya Partai Demokrat merupakan pemenang Pemilu AS 2008 dengan mengusung Barack Obama. Pada Pemilu 2016, Partai Demokrat yang mengusung Hillary Clinton sebenarnya memenangi 48,0% suara nasional.

Tetapi, walaupun Trump hanya mendapatkan 45,9% suara nasional, Trump dinyatakan memenangi Pemilu lewat 304 suara elektoral di tiap negara bagian, berbanding 227 suara elektoral untuk Hillary.

Oleh sebab itu, Ace berharap wacana deligitimasi Pemilu atau penyelenggara Pemilu tidak boleh terjadi lagi. Sebab, dalam sistem demokrasi Indonesia, penyelenggara Pemilu dipilih melalui mekanisme politik di DPR, yang secara jelas diputuskan oleh perwakilan pendukung paslon 01 maupun 02 di dalamnya.

"Sehingga, ketidakpercayaan terhadap penyelenggara pemilu sama saja dengan tidak mempercayai mekanisme demokrasi. Apapun nanti hasilnya harus kita hormati dan dijunjung tinggi," jelasnya.

"Tahapan Pemilu masih terus berjalan. Semua mata mengawasi kinerja penyelenggara Pemilu. Kita harus menjaga kualitas demokrasi kita dengan bersama-sama mempercayakan penyelenggaraan pemilu kepada KPU dan Bawaslu," tambah Ace.

Dalam hal ini, Ace memgimbau agar jangan melemparkan tudingan ketidaknetralan pada penyelengara Pemilu, sedangkan perlombaan intinya pada 17 April 2019 pun belum dilaksanakan.

"Ini artinya sama saja dengan mencari alibi jikalau nanti kalah. Kita sama-sama memiliki kesempatan untuk menjaga demokrasi kita dengan menjaga Pemilu lebih fair, jujur, dan adil," tutup Ace.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Rahayuningsih
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper