Bisnis.com, BANTEN - Sebuah pertemuan masyarakat hukum adat digelar di Riung Gede Sabaki, Banten, selama tiga hari pada Jumat-Minggu, 1-3 Maret 2019.
Dalam pertemuan ini hadir sekitar 700 kelompok adat dari wilayah adat Banten Kidul dalam 4 wilayah administratif di Provinsi Banten dan Jawa Barat, yaitu di Kabupaten Lebak, Pandeglang, Sukabumi, dan Bogor.
Presiden Jokowi mengutus dua menteri untuk menghadiri penutupan Pertemuan Masyarakat Adat di Riung Gede Sabaki itu yakni Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar serta Menteri Kominfo Rudiantara guna memenuhi undangan.
Dalam sambutan kedua menteri, disampaikan salam hangat dari Presiden Jokowi dan kecintaan presiden kepada masyarakat, serta kemajuan-kemajuan pembangunan selama 2014-2019 menyangkut berbagai aspek pembangunan, terutama infrastruktur sebagaimana dijelaskan oleh Menkominfo, termasuk rencana untuk mengatasi blank spot pada 72 lokasi di Banten, khususnya di Lebak.
Secara khusus, Menteri LHK Siti Nurbaya menjelaskan berkaitan dengan perkembangan hutan adat. Dijelaskan Siti, sebagaimana pesan presiden bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan bangsa yang menghargai asal-usul budaya dan nilai-nilai asli masyarakat hukum adat.
Siti mengatakan, nilai-nilai asli Indonesia yang ada dalam kearifan lokal dan pengetahuan lokal selama ini dijaga, dihayati, dan dilakukan oleh masyarakat hukum adat sebagai penyeimbang dari masuknya arus budaya luar yang antara lain disebut globalisasi dan modernisasi yang harus disesuaikan dengan kondisi geografis, budaya, maupun sosial dari wilayah selama 2014-2018 akhir hingga sekarang.
Kemudian dijalankan Nawacita yang relevan dengan acara pertemuan masyarakat adat yaitu Agenda Kesatu yang berbunyi: “Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara”, dan Agenda Ketiga “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”, dengan strategi peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengamanan hutan melalui kemitraan termasuk pengembangan hutan adat dan aktualisasi masyarakat hukum adat.
Siti menegaskan, negara hadir untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat hukum adat dengan adat istiadat dan budayanya untuk menghadapi pemenuhan kebutuhan kehidupan tanpa meninggalkan pilar-pilar penopang kehidupan komunitas adatnya yang selama ini terbukti telah mampu menghidupi masyarakat dengan senantiasa tetap menjaga sumber daya alam dan lingkungannya.
Lebih lanjut, dikatakan Siti, pengakuan hutan adat merupakan pengakuan negara kepada hak-hak tradisional masyarakat hukum adat. Pengakuan tersebut juga berarti pengakuan kepada nilai-nilai asli dan jati diri asli bangsa Indonesia.
Untuk pertama kalinya, pengakuan secara resmi hutan adat ditegaskan oleh Presiden Jokowi pada 30 Desember 2016.
Siti menegaskan tentang kecintaan Presiden Jokowi kepada rakyat di pelosok-pelosok serta penegasan Presiden Jokowi untuk kebijakan oemerintah yang berpihak kepada rakyat, yang sangat jelas aktualisasi pada pembangunan sektor kehutanan dan lingkungan.
“Hutan adat merupakan sejarah baru dalam pengelolaan hutan di Indonesia dengan semangat perlindungan dan penjagaan hutan di atas wilayah adat,” kata Siti.
Penyerahan hutan adat telah dilakukan sejak 2016, 2017, dan 2018 di Istana Negara. Hutan adat yang telah ditetapkan dan dicadangkan seluas keseluruhan ± 22.831 hektare yang terdiri dari penetapan/pencantuman hutan adat (34 unit seluas keseluruhan ± 17.659 hektare) dan pencadangan hutan adat (1 unit) seluas ± 5.172 hektare.
Selain itu, juga penetapan hutan adat untuk Suku Anak Dalam di Kabupaten Sarolangun Jambi seluas 5.000 hektare dan penyerahan kebun karet produktif dari swasta seluas 114 hektare bagi Suku Anak Dalam.