Bisnis.com, JAKARTA - Pernyataan pemerintah yang menganggap pembagian sertifikat tanah adalah bentuk reforma agraria perlu diluruskan. Penyerahan tersebut penting tapi bukan menyelesaikan inti masalah.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan bahwa reforma agraria harus memiliki wilayah prioritas yang dipercepat dan diselesaikan.
“Jadi bukan misalnya masyarakat umum yang tidak punya konflik, tapi disertifikatkan. Reforma agraria diprioritaskan bagi petani, buruth tani, masyarakat adat yang selama ini memiliki konflik berkepanjangan,” katanya saat memberikan laporan di Gedung Ombudsman, Jakarta, Senin (4/3/2019).
Dewi menjelaskan bahwa redistribusi tanah belum menyasar akar masalah. Dari target Presiden Joko Widodo agar 400.000 hektare redistribusi tanah hak guna usaha (HGU) expired dan ditelantarkan perusahaan, baru 270.237 hektare terealisasi.
Akan tetapi KPA mencatat baru tercapai 785 hektare. Tanah tersebut yang sesuai dengan tujuan dan prinsip reforma agraria, yaitu di Desa Mangkit Sulawesi Utara, Desa Pemegatan dan Pasawahan di Jawa Barat, serta Desa Tumbrek Jawa Tengah.
Desa tersebut merupakan wilayah konflik agraria masyarakat dengan HGU swasta dan penerima manfaatnya benar-benar petani dan masyarakat kecil. Mereka selama puluhan tahun mengalami ketidakadilan dan telah memperjuangkan hak atas tanahnya ke berbagai kementerian.
Sisa redistribusi klaim realisasi pemerintah, Dewi menduga antara kesesuaian tanah dan penerima salah sasaran juga tidak sesuai tujuan reforma agraria.
“Termasuk tidak adanya program penunjang pascaredistribusi tersebut dilakukan sebagai syarat dari reforma agraria. Berhenti di bagi-bagi sertifikat rutin kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional saja,” jelasnya.