Kabar24.com, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi dari warga yang lahan dan bangunannnya terkena gusur PT Kereta Api Indonesia (KA) untuk pembangunan jalur kereta api di kawasan Stasiun Barat, Kota Bandung, Jawa Barat.
Dalam putusannya MA menyatakan permohonan 14 pemohon kasasi sebagai perwakilan masyarakat terdampak digusur yang meminta supaya PT KA Daerah Operasi 2 Bandung dinyatakan bersalah karena melakukan penggusuran atas lahan tempat tinggalnya, tidak dapat dibenarkan.
MA juga dalam amar putusannya mengabulkan tuntutan tingkat banding dari PT KAI terhadap putusan Pengadilan Tinggi Bandung sudah tepat dan dapat dibenarkan.
Adapun pemohonan kasasi yakni, Rosyid Nuryadin, Asep Rohyanan, Itoh Masitoh, Amin, Nani Sumarni, Kurniawati Triwahyuni, Yayah Rokayah, Maman Suparman, Dedi Junaedy, Sosro Wardoyo, Hendra Iskandar, Toto Subiyanto, Andris Setiabudi dan Jamiah.
Mereka memiliki alamat selain di Jalan Stasiun Barat, juga tersebar bertempat tinggal di Jalan Babakan Jampang, Jalan Stasiun Timur Al-Furqon, dan Jalan Cipaera. Kawasan-kawasan ini menjadi lokasi penggusuran PT KA dan warga menuntut ganti rugi.
Dari pertimbangan MA berdasarkan putusan kasasi No. 1775 K/Pdt/2018 dikutip Bisnis, bahwa keberadaan para pemohon (sebelumnya penggugat) bertempat tinggal di atas lahan atau tanah milik PT KA (sebelumnya tergugat) tanpa alas hak yang sah.
Sehingga status hukum yang berhak memiliki perizinan menempati lahan tersebut adalah PT KAI dan perizinan untuk mendirikan bangunan. Penilaian MA adalah PT KAI berhak untuk penertiban dan penataan kembali demi pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa kereta api.
"PT KAI telah melakukan sosialisasi dengan tenggang yang cukup kepada para penggugat [warga pemohon kasasi penggugat] dan membongkar kios atau bangunan milik penggugat berada di atas lahan atau tanah milik PT KAI bukan merupakan perbuatan melawan hukum," kata Hamdi sebagai Ketua Hakim Agung dalam amar putusannya dikutip Bisnis, Kamis (28/2/2019).
Dalam putusannya juga, MA menyatakan dalam perkara tersebut di tingkat banding tidak bertentangan dengan hukum atau Undang-undang sehingga sudah tepat MA menolak permohonan kasasi diajukan oleh warga. Dengan penolakan tersebut, maka para pemohon kasasi sebagai pihak yang kalah harus membayar perkara tingkat kasasi ini sebesar Rp500.000
Sengketa di antara warga dan PT KA bermula ketika Rosyid Nuryadi (penggugat) mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan menyeret PT KAI ke PN Bandung. Gugatan terdaftar dengan perkara No. 380/Pdt.G/2016/PN Bdg, pada 26 September 2016.
Dalam SIPP PN Bandung penggugat menyatakan penggusuran dilakukan PT KA (Tergugat I) dan Walikota Pemerintah Kota Bandung (Tergugat 2) adalah perbuatan melawan hukum sesuai pasal 1365 KHUPerdata. Lahan tanah dan bangunan yang digusur berada di Jalan Stasiun Barat RT 3/RW 2 dan No. 2, Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Andir Kota Bandung (Jawa Barat).
Gugatan warga kala itu adalah PT KA dan Wali Kota Bandung dilarang untuk memindah tangankan, merubah, menjual dan menghilangkan aset lahan dan bangunan karena mereka bekerja sebagai pedagang dan jasa yang mendapat kios sebagai tempat usaha sekaligus bertempat tinggal di lokasi tergusur tersebut.
"PT KAI diminta untuk mengganti rugi materiel total senilai Rp3,844 miliar terdiri dari ganti rugi terhadap barang-barang yang hilang dan rusak sebesar Rp519,56 juta, menerima pembayaran biaya ganti rugi dari PT KAI juga sebesar Rp1,97 miliar," kata Rosyid dalam tuntutan ganti ruginya.
Selain itu, penggugat juga mengalami kerugian pendapatan akibat tergusur sebesar Rp353,15 juta dan semestinya mendapatkan pembayaran biaya kerugian barang-barang atas kehilangan surat-surat penting mencakup ijazah, akta kelahiran, kartu keluarga, keris, akta jual beli kendaraan, faktur kwitansi jual beli yang total senilai Rp1 miliar.
Adapun, tuntutan ganti rugi imateriel adalah tanggung renteng dilakukan PT KA dan Walikota Pemkot Bandung yang tertekan secara psikologis, sakit, trauma, kehilangan harapan, kehilangan mata pencaharian, terancam hancurnya rumah tangga yang mencapai Rp2 miliar.
Tidak cukup sampai di situ, penggugat saat itu meminta kepada pengadilan untuk menghukum para tergugat untuk membayar uang paksa sebear Rp5 juta per hari setiap lalai memenuhi isi putusan dibacakan.
Terakhir penggugat meminta pula agar Pemkot Bandung membuat surat resmi atau surat keputusan yang menyatakan 19 orang penggugat bekerja sebagai pedagang dan jasa mendapatkan kios atau tempat usaha dan 6 orang para penggugat adalah pemilik rumah tinggal dan kontrakan untuk menempati rusunami di Sadang Serang dan Rancacili memiliki hak kepemilikan bangunan dengan biaya terjangkau.
Namun, dalam perjalanan waktu persidangan, PN Bandung dalam amar putusannya pada 31 Mei 2017, mengabulkan gugatan warga sebagian dengan menghukum PT KA membayar ganti rugi berupa uang sewa tempat usaha untuk 1 tahun pertama dan biaya pindah pengangkutan barang-barang masing-masing kepada warga penggugat sebesar Rp15 juta dengan total seluruhnya ada 25 orang sebanyak Rp375 juta.
PN Bandung bahkan saat itu menghukum PT KAI membayar biaya perkara sampai pengadilan tingkat pertama itu sebesar Rp1,74 juta. Tidak puas dengan putusan tersebut, PT KA melakukan banding dengan perkara No. 465/Pdt/2017/PT/Bdg, pada 5 Desember 2017.
Pada putusan banding ini, Pengadilan Tinggi Bandung mengabulkan tuntutan PT KA dan gugatan warga di tingkat pengadilan pertama ditolak seluruhnya. Oleh karena itu, warga melanjutkan upaya hukum berikutnya dengan mengajukan permohonan kasasi karena tidak puas atas putusan banding PT Bandung sebelumnya.