Kabar24.com, JAKARTA — Tingkat kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) anggota DPR masih terhitung rendah. Dari 524 legislator, hanya 40 orang yang menyerahkan LHKPN. Sisanya, nihil!
Berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi, bila dipersentasekan maka tingkat kepatuhan penyerahan LHKPN anggota DPR hanya sebesar 7,63%. Padahal, LHKPN penting untuk mengukur sejauh mana komitmen dalam keterbukaan informasi dan transparansi.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan bahwa legislator yang tidak menyerahkan LHKPN sama saja dengan tidak menjalankan undang-undang yang dibuatnya sendiri.
"Itu kan undang-undang dibuat oleh DPR. Kalau nanti DPR sendiri juga yang tidak melaporkan harta kekayaannya, kan itu berarti tidak menjalankan undang-undang yang mereka bikin sendiri," kata Syarif seperti ditulis Selasa (26/2/2019).
Undang-undang (UU) yang dimaksud Syarif adalah UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Pelaporan LHKPN disebut pada Pasal 5 ayat 3 UU tersebut yang menyatakan setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat.
Baca Juga
Selain itu, kewajiban tentang LHKPN juga termaktub dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK.
Syarif terus mendorong agar para anggota DPR secara sadar menyerahkan LHKPN paling lambat pada 31 Maret mendatang. Menyerahkan LHKPN ke KPK, lanjut dia, juga sebenarnya guna menunjukkan niat untuk mengikuti semua regulasi yang ada di Indonesia.
Bagi Syarif, tak ada alasan yang bisa diterima terkait belum diserahkannya LHKPN. Sebagian anggota DPR sebelumnya menyebut bahwa pengisian LHKPN terbilang rumit. Padahal, KPK sudah beralih ke layanan daring untuk pengisian tersebut.
"Sekarang itu kalau lewat LHKPN yang online itu sebanarnya jauh lebih gampang dan dapat disesuaikan. Bahkan, bisa dikoreksi juga setiap saat oleh mereka," kata Syarif.
Dengan demikian, seharusnya para legislator tak beranggapan bahwa pengisian tersebut sulit seperti apa yang mereka pikirkan. Menurut Syarif, jika dahulu harus menyerahkan segala dokumen asli untuk pengisian LHKPN, maka untuk sekarang tidak diperlukan.
"Sekarang lebih gampang dan lebih simpel. Bahkan, kalau dulu kan harus menyertakan dokumen-dokumen asli. Kalau sekarang cuma discan saja bisa," ujar Syarif.
Lembaga antirasuah berencana turun langsung atau jemput bola untuk membantu para legislator dalam pengisian LHKPN sebelum tenggat waktu yang ditentukan.
Tak hanya DPR, instansi lain juga akan didatangi. Dalam catatan KPK per 25 Februari 2019, ada 270.000 penyelenggara negara yang belum mengisi LHKPN baik tingkat eksekutif, legislatif, yudikatif, BUMN ataupun BUMD.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya tengah mempertimbangkan niat untuk mendatangi instansi termasuk DPR yang membutuhkan bantuan dalam proses pelaporan.
"Jika dibutuhkan, Direktorat LHKPN juga dapat menugaskan tim untuk membantu yang ada di DPR RI atau instansi lain," katanya.
Mantan aktivis Indonesian Corruption Watch itu sebenarnya berharap ada contoh yang baik dari pimpinan ke anak buahnya perihal kewajiban penyerahan LHKPN. Apalagi, untuk sektor legislatif yang paling rendah dibandingkan dengan instansi lain.
KPK juga meminta ada komitmen yang kuat juga dari pimpinan instansi untuk memerintahkan bawahannya guna mematuhi UU Nomor 28 Tahun 1999 dan aturan turunannya.
Imbauan terkait pengisian LHKPN sebetulnya sudah dilakukan Ketua DPR Bambang Soesatyo ke anak buahnya pada Senin (28/1/2019) lalu. Namun, sepertinya hal itu belum juga ampuh.
Pria yang akrab disapa Bamsoet itu mengimbau seluruh anggota DPR untuk segera menyampaikan laporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak dan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebelum akhir Maret 2019.
“Walaupun batas waktu pelaporan SPT dan LHKPN sampai dengan akhir Maret 2019, namun ada baiknya kita sebagai anggota DPR RI terlebih dahulu memelopori pelaporan tersebut sedini mungkin," ujar Bamsoet dalam keterangan resminya, Senin (28/1/2019).
Dia berujar bahwa lebih cepat penyerahan LHKPN justru lebih baik. Bahkan, DPR telah bekerja sama dengan KPK untuk menghadirkan klinik e-LHKPN di Gedung DPR RI. Intinya, semua bisa dilakukan bila ada niat.
Dia menyatakan bahwa kepatuhan anggota DPR RI dalam melaporkan LHKPN merupakan komitmen anggota dewan dalam mencegah dan memberantas tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Melalui pelaporan tersebut, menurutnya, setiap anggota dewan dituntut mengedepankan transparansi, akuntabilitas dan kejujuran. Sehingga, bisa mengingatkan diri agar terhindar dari masalah.
Bagaimana, masih mau tunda isi LHKPN anggota dewan yang terhormat?