Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum terus melakukan rekapitulasi masyarakat yang belum masuk dalam Daftar Pemilih Tetap dengan memasukkannya sebagai Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Di tengah gencarnya pendataan masyarakat untuk dimasukkan dalam DPTb, justru masalah serius muncul. Ratusan ribu warga masuk dalam kategori pemilih tambahan berpotensi tidak bisa menggunakan hak pilih. Kenapa?
“Ini masalah serius. Posisi sekarang [pemilih tambahan] 275.000. Dalam beberapa hari ke depan, katakan sampai pertengahan Maret, dimungkinkan jumlahnya akan bertambah. Bertambahnya bisa jadi bisa lebih dari 100%,” kata Komisioner PKU Viryan Aziz di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (22/2/2019).
Viryan menjelaskan bahwa berdasarkan hasil rekapitulasi DPTb terbaru, mereka terkonsentrasi di satu wilayah dalam jumlah besar. Sementara dalam satu wilayah Tempat Pemungutan Suara (TPS) hanya bisa menyediakan surat suara cadangan sebanyak 2% dari total daftar pemilih tetap (DPT). Ini sudah diamanatkan oleh Undang-Undang nomor 7 tahun 2017.
Mereka yang berjumlah besar ini umumnya berada di tempat instansi pendidikan, perusahaan, dan lembaga pemasyarakatan.
Virya mencontohkan di Teluk Bintuni, Papua Barat. Di sana ada perusahaan yang lokasinya agak jauh dari pemukiman masyarakat dengan jumlah pegawai sekitar 8.000 yang terdiri atas 1.000 lebih warga setempat dan 6.000 lebih warga luar daerah tersebut.
“Tidak mungkin 6.000-an itu bisa didistribusikan ke TPS terdekat. Begitu pula yang terjadi dengan pondok pesantren di Jawa Timur atau Jawa Tengah,” jelasnya.
Oleh karena itu, butuh perlakuan khusus bagi mereka. Viryan menuturkan bahwa sudah berkomunikasi dengan pemerintah, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mencari solusi.
“Pertama untuk memasukkan ke DPT tidak mungkin untuk kondisi seperti itu. Kedua surat suaranya juga sulit bisa kita jamin. Sementara itu, KPU mendapatkan amanah harus dapat melayani hak pilih warga negara,” ucapnya.
Berdasarkan data KPU, DPTb paling banyak berada di Jawa Timur dengan jumlah kurang lebih 60.000 pemilih, lalu Jawa Tengah 40.000, dan terakhir Jawa Barat 11.000 jiwa.