Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menekankan pentingnya rekrutmen guru. Pengangkatan guru harus terus berjalan guna menekan jumlah guru honorer.
Hal itu ia sampaikan saat memberikan pengarahan pada Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2019, di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kemendikbud, Depok, Jawa Barat.
Muhadjir menjelaskan pada 2002-2005 pernah terjadi pensiun besar-besaran guru SD. Namun ketika itu, pemerintah justru melakukan moratorium pengangkatan guru. Menurutnya, itulah yang menyebabkan banyaknya guru honorer sekarang ini.
“Oleh karena itu, yang perlu kita catat, siapa pun nanti yang menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, harus diperhatikan bahwa jangan sekali-kali memoratorium guru. Sekali memoratorium, akan terjadi kemacetan seperti sekarang. Karena tiap tahun itu pasti ada guru yang pensiun,” ujar Muhadjir, dikutip dari rilis yang diterima Bisnis.com pada Rabu (13/2/2019).
Muhadjir mengatakan formasi pengangkatan guru melalui tes Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 2018 yang mencapai 90 ribu guru adalah untuk menggantikan guru ASN yang pensiun pada tahun itu.
“Pada tahun lalu saja, kalau tidak salah ada 47.000 guru yang pensiun dan tahun ini ada 54.000 guru. Jadi, kalau kemarin kita dapat jatah 90.000 guru PNS, itu sebetulnya hanya 40.000 yang baru, sedangkan sisanya itu untuk mengganti guru yang pensiun dari tahun itu juga,” ucapnya.
Hal ini menunjukkan bahwa dari 736.000 honorer, sebenarnya baru berkurang sekitar 40.000 guru. Menurutnya, apabila tidak ada langkah-langkah konkret yang drastis untuk menyelesaikan guru honorer ini, maka pemerintah akan terus berkutat dengan permasalahan guru honorer.
“Sampai kiamat tidak akan selesai. Sekolah tidak boleh lagi mengangkat guru honorer, kemudian yang honorer ini harus kita selesaikan dengan secara bertahap. Dari aspek akademik mungkin perlu agak diabaikan sedikit karena ini menyangkut urusan kemanusiaan di mana mereka sudah mengabdi selama 15 hingga 20 tahun,” kata Muhadjir.
Dengan adanya UU Nomor 5 Tahun 2014 mengenai ASN, lanjutnya, akhirnya para honorer yang kebanyakan sudah melewati batas umur untuk menjadi PNS bisa tetap menjadi ASN melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Tes PPPK yang dijadwalkan akhir Februari ini hanya diperuntukkan bagi guru honorer.
Di samping masalah kuantitas guru di Indonesia, masalah kompetensi guru tidak boleh diabaikan. Meskipun ada disparitas kualitas, terutama guru honorer harus terus diberi pelatihan untuk meningkatkan kualitasnya sehingga menjadi guru pembelajar.
“Soal kualitas itu urusannya Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan. Yang penting masalah pengangkatan guru honorer menjadi ASN harus selesai. Oleh karena itu, kami usulkan agar ada Peraturan Presiden (Perpres) yang mengunci supaya dalam penetapan pengganti guru pensiun kalau bisa yang menetapkan bukan daerah, tapi langsung kementerian," kata Muhadjir.
Dengan demikian, tuturnya, tidak ada rekrutmen guru honorer yang tidak siap hidup. “Ini catatan khusus tentang guru, sesuai dengan janji saya pada akhir masa jabatan saya sebagai Mendikbud. Ini tahun terakhir dari era Kabinet Kerja di mana kami akan fokus menyelesaikan masalah guru."
Bupati Tulang Bawang Barat (Tubaba), Provinsi Lampung Umar Ahmad sebagai salah satu pembicara di RNPK 2019 mengatakan bahwa dirinya berusaha untuk melakukan penataan guru di wilayahnya.
“Jika daerah lain melakukan penataan guru karena ada surplus, kami melakukannya karena kurang," ujarnya.
Menurut Umar, pemerintah daerah tidak bisa begitu saja mengabaikan apabila terjadi masalah kekurangan guru di daerahnya. Harus ada upaya nyata untuk mengatasi hal tersebut demi mewujudkan generasi penerus yang berkualitas.
“Kami ada program namanya Tubaba Cerdas di mana kami merekrut 13 orang guru dari seluruh Indonesia. Pembiayaan 12 orang guru bersumber dari APBD sedangkan untuk 1 orang lainnya bersumber dari partisipasi masyarakat. Mereka didatangkan untuk kemajuan pendidikan di Tubaba,” kata Umar.