Bisnis.com, BANDUNG— Persyaratan perizinan Online Single Submission (OSS) dinilai memberatkan jasa layanan kesehatan, karena untuk membuka praktik bidan dan klinik harus memiliki IMB (Izin Mendirikan Bangunan) Khusus.
Anggota Ombudsman RI Dadan Suparjo Suharmawijaya mengatakan pihaknya mendapat masukan dan keluhan dari para pelaku pelayanan kesehatan di daerah atas layanan perizinan memakai OSS lewat Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
“Dari mulai tenaga medis, paramedis, asosiasi rumah sakit, klinik sampai farmasi,” katanya di Gedung Sate, Bandung, Selasa (12/2/2019).
Menurutnya rata-rata keluhan terlontar mengenai panjangnya rantai perizinan meski penerapan OSS oleh pemerintah pusat dan provinsi. Pemusatan perizinan ini dinilai Ombusdman harusnya makin mempermudah pelayanan perizinan termasuk urusan kesehatan.
“Kalau ada yang membuat tambah lama tentu menciderai ide dari sentralisasi pelayanan perizinan,” ujarnya.
Ombudsman sendiri akan mengkaji keluhan terkait masih lambatnya pengurusan perizinan meskipun sudah ada layanan DPMPTSP.
Kemudian sejumlah persyaratan yang dinilai harus ditinjau ulang karena mempersulit pelayanan kesehatan berkembang seperti bidan yang hendak membuka praktek harus mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Khusus.
“Ini perlu deregulasi, tidak perlu ada IMB bidan,” tuturnya.
Syarat IMB khusus untuk pendirian klinik juga dinilai Dadan tidak tepat diterapkan mengingat pemerintah saat ini tengah mengejar target Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang menyeluruh. “Mereka ingin membantu JKN tapi perizinannya dipersulit, jangankan membuat bangunan klinik, ini kan harus ngontrak, tidak perlu IMB klinik, mungkin syarat lainnya saja yang harus diperbaharui,” paparnya.
Keluhan yang sama juga datang dari asosiasi farmasi terkait pendirian apotek dan urusan sertifikasi jasa farmasi yang dikenakan biaya tinggi dan persyaratan yang dinilai berat. Kemudian izin praktek dokter yang saat berada di dinas kesehatan cuma dua minggu kini bisa 6 bulan bahkan setahun. “Ini kan jelas kemunduran, yang seperti itu harus dikoreksi,” katanya.
Dadan mengaku pihaknya akan membahas ini dalam rapat ombudsman untuk melahirkan rekomendasi kebijakan pada Kemenko Perekonomian dan stakeholder lain yang menaungi sistem perizinan OSS. “Kami akan telaah dengan daerah lain saya kira ada problem yang sama yang harus diadvokasi untuk perbaikan layanan publik,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Sekretaris Dinas Kesehatan Jabar Uus Sukmara mengatakan ada sejumlah persoalan di pengajuan perizinan layanan kesehatan yang dikeluhkan tidak melulu terkait penerapan OSS. “Karena untuk izin praktek itu belum semua daerah menerapkan layanan perizinan terpadu,” tuturnya.
Menurutnya perizinan di layanan kesehatan memang membutuhkan banyak dokumen yang tidak sederhana. Usaha ini juga mensyaratkan sertifikasi di semua lini baik tenaga medis maupun paramedis harus dipenuhi. “Kalau izin terkait profesi memang masih ke dinas [kesehatan] tapi kami juga melibatkan organisasi profesi [memverifikasi],” ujarnya.
Uus menilai masih adanya daerah yang belum menerapkan DPMPTSP membuat persoalan lambatnya izin atau panjangnya rantai perizinan muncul. Di daerah yang menerapkan DPMPTSP seluruh persyaratan yang harus dipenuhi sudah bisa diajukan secara online. “Kalau yang ke dinas memang masih manual. Tapi urusan terkait dengan teknis, rekomendasi tetap harus dari dinas,” katanya.
Terkait keluhan harus adanya IMB khusus dalam pengajuan perizinan klinik atau tempat praktek, Uus menilai syarat ini sudah ditentukan secara umum oleh pusat. Menurutnya IMB mengacu pada peraturan umum yang diadopsi oleh Kementerian Kesehatan. “Kita hanya pelaksana, kalau sudah menjadi aturan tidak bisa kita langgar,” paparnya.
Sekda Jabar Iwa Karniwa menilai seluruh keluhan yang ditampung Ombusdman lebih pada pembenahan agar layanan publik khususnya di sektor kesehatan makin lebih baik. “Ombudsman itu salah satu kuncinya adalah salah satu lembaga negara di mana lebih mengedepankan bagaimana supaya aparat negara itu jangan sampai melakukan mall administrasi, dan sifatnya lebih kepada di mana melakukan perbaikan, koreksi, pembinaan dan pencegahan,” tuturnya.