Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Suap Garuda Segera Disidangkan

Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut proses penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.D dan Rolls-Royce P. L. C pada PT Garuda Indonesia Tbk. akan segera tuntas
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar menunggu pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (1/3)./Antara-Reno Esnir
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar menunggu pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (1/3)./Antara-Reno Esnir

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) menyebut proses penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.D dan Rolls-Royce P. L. C pada PT Garuda Indonesia Tbk. akan segera tuntas, dan segera disidangkan.

"Tunggu saja, kasus [dugaan suap pengadaan pesawat] Garuda akan segera disidangkan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif usai bertemu Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia Rob Fenn di Gedung Merah Putih KPK, Senin (11/2/2019). 

Dalam kasus ini, lembaga antirasuah itu telah menjerat mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan pendiri PT Mugi Rekso Abadi sekaligus beneficial owner Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo. 

Dengan segera rampungnya proses penyidikan, maka berkas keduanya akan dilimpahkan ke pengadilan untuk menjalankan proses persidangan.

Adapun dalam pertemuan dengan Rob Fenn, kata Laode, pihaknya memang menyinggung soal penanganan kasus Garuda. KPK diakuinya telah menerima dokumen-dokumen terkait kasus ini dari lembaga antikorupsi Inggris atau Serious Fraud Office (SFO). 

SFO sendiri telah memiliki bukti atas tindak pidana suap yang dilakukan Rolls-Royce terhadap pejabat-pejabat di sejumlah negara, termasuk pejabat di Indonesia terkait pengadaan mesin pesawat untuk Garuda Indonesia.

"Ya, ada sedikit diskusikan itu [kasus dugaan suap Garuda]. Tapi, kasus ini akan segera selesai. Saya berterima kasih karena semua dokumen yang diminta ke SFO sudah berada di tangan KPK," ujar Laode.

Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 16 Januari 2017. KPK memang terus mendalami bukti-bukti terkait kasus ini. 

Emirsyah Satar dalam perkara ini diduga menerima suap 1,2 juta euro dan US$180.000 atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai US$2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia.

Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku beneficial owner dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura.

Soektino diketahui merupakan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA), satu kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.

Rolls Royce sendiri oleh pengadilan di Inggris berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris sudah dikenai denda sebanyak 671 juta poundsterling atau sekitar Rp11 triliun karena melakukan pratik suap di beberapa negara antara lain Malaysia, Thailand, China, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak, Anggola.

KPK awalnya menerima laporan dari SFO dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang sedang menginvestigasi suap Rolls Royce di beberapa negara, SFO dan CPIB pun mengonfirmasi hal itu ke KPK termasuk memberikan sejumlah alat bukti.

KPK melalui CPIB dan SFO juga sudah membekukan sejumlah rekening dan menyita aset Emirsyah yang berada di luar negeri.

Emirsyah disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan Soetikno Soedarjo diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper