Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR sekaligus terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih mengaku diminta Setya Novanto untuk membantu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd, Johannes Budisutrisno Kotjo guna mengawal salah satu proyek di PLN.
Ketika itu, posisi Setnov tidak lagi menjabat sebagai Ketua DPR RI melainkan sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar. Sementara Eni belum menjadi wakil ketua di Komisi VII.
"Saya diminta datang ke ruang kerja ketua fraksi, disitu ada anaknya [Setnov], saya juga datang dengan Indra Purmandani, Pak Novanto waktu itu hanya menyampaikan 'tolong dibantu Pak Kotjo'," kata Eni ketika sidang pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor, Selasa (22/1/2019).
Saat itu, Eni mengaku belum mengenal nama Kotjo saat dipanggil oleh Setnov. Namun, anak Setnov yang bernama Reza Herwindo mengenalkan Eni dengan Kotjo. Dia juga mengaku bahwa arahan permintaan bantuan Setnov itu terkait salah satu proyek di PLN.
Menurut Eni, Setnov meminta bantuan apabila terdapat kesulitan-kesulitan pada suatu proyek di PLN yang disasar oleh Kotjo. Namun, proyek yang harus dikawal oleh Eni belum disebutkan oleh Setnov.
Pada saat itu, singkatnya, Eni kemudian dijanjikan fee senilai US$1,5 juta oleh Setnov yang naik lagi menjadi Ketua DPR RI. Janji itu disebut bila Johannes Kotjo mendapatkan proyek di PLN.
"Apa yang saya jalankan bukan karena fee, tetapi karena Pak Setya Novanto adalah Ketua Umum saya di Partai Golkar sekaligus Ketua DPR juga, saya tidak bisa menolaknya. Tapi saya hanya bantu, tidak memikirkan janji-janji fee," kata Eni.
Tak hanya uang, Eni juga dijanjikan saham oleh Setnov. Setnov meminta Eni terus mengawal proyek di PLN dengan memfasilitasi antara Kotjo dengan pihak PLN salah satunya dengan Dirut PLN Sofyan Basir.
Selanjutnya, diketahui bahwa proyek yang diinginkan Setnov dan Kotjo ketika itu adalah proyek PLTUG Jawa 3. Hal itu terungkap saat pertemuan Eni dengan Kotjo. Namun, pada pertemuan selanjutnya proyek yang difokuskan adalah PLTU Riau-1. "Saya di sini hanya memfasilitasi dengan direksi PLN," kata Eni.
Dalam perkara ini, KPK mendakwa Eni Saragih menerima suap Rp4,75 miliar dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. KPK mendakwa suap itu diberikan untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Selain itu, Eni didakwa menerima gratifikasi senilai Rp5,6 miliar dan 40.000 dolar Singapura dari sejumlah direktur perusahaan di bidang minyak dan gas.
Sebagian uang hasil gratifikasi tersebut telah digunakan Eni untuk membiayai kegiatan Pilkada di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, yang diikuti oleh suaminya, M. Al Khadziq, serta untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.