Bisnis.com, JAKARTA - Direktur PT One Connect Indonesia (OCI) Herwin Tanuwidjaja mengaku pernah memberikan uang 40.000 dolar Singapura kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih sekaligus terdakwa kasus suap PLTU Riau-1.
Dalam kesaksian di persidangan, Eni menurutnya meminta uang dengan alasan keperluan pembangunan fasilitas MCK di daerah pedalaman yang pernah didatanginya di Jawa Timur.
"Saya pernah menyerahkan 40.000 dolar Singapura ke Eni melalui Indra Purmandani," kata Herwin di Pengadilan Tipikor, Selasa (8/1/2019).
Herwin lantas memberikan uang yang disebutnya dalam bentuk corporate social responsibility (CSR).
"Dia bilang satu rumah butuh Rp2 juta. Jadi atas permintaan itu, saya berikan," kata Herwin.
Kendati demikian, Herwin membantah jika pemberian uang itu berkaitan dengan jabatan Eni sebagai anggota DPR yang membidangi sektor energi. Dia memenuhi permintaan Eni lantaran hubungan kekerabatan.
Jaksa penuntut umum KPK juga menyinggung soal penggunaan mata uang asing dalam transaksi itu. Menurut Herwin, terdakwa Eni yang meminta hal tersebut dengan alasan lebih efisien.
Dalam surat dakwaan, Herwin Tanuwidjaja disebutkan memberi uang sejumlah 40.000 dolar Singapura dan Rp100 juta kepada Eni Saragih melalui stafnya Indra Purmandani.
Pada 17 Juni 2018, Indra Purmandani menerima uang sejumlah 40.000 dolar Singapura dari staf Herwin Tanuwidjaja.
Kemudian, pada 3 Juli 2018 atas permintaan Eni Saragih, Herwin Tanuwidjaja kembali memberikan uang sejumlah Rp100 juta melalui Indra Purmandani.
Seluruh pemberian tersebut digunakan untuk keperluan suaminya M. Al Khadziq dalam kontestasi Pilkada di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Selain Herwin, dalam kasus ini Eni menerima gratifikasi dari Direktur PT Smelting Prihadi Santoso sejumlah Rp250 juta, Presiden Direktur PT Isargas Iswan Ibrahim senilai Rp250 juta, dan pemilik PT Borneo Lumbung Energy dan Metal Tbk. Samin Tan sebesar Rp5 miliar.
Eni juga didakwa menerima suap dari pemegang saham PT Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo sebesar Rp4,75 miliar.
KPK mendakwa suap itu diberikan untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Eni didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 dan Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.