Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan sejumlah kejanggalan terkait kasus korupsi proyek-proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2017-2018.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan kejanggalan tersebut terkait dua perusahaan PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) dan PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) yang kerap memenangkan tender sejumlah proyek. Dua perusahaan diketahui milik satu keluarga.
Apabila melihat sebaran dugaan suap terkait proyek air minum ini dan proyek-proyek lain yang juga dipegang oleh PT WKE dan PT TSP, KPK menduga kasus SPAM di PUPR ini bisa saja terjadi sistematis.
"Kami menduga sudah ada 'pembagian' di antara kedua perusahaan itu untuk nilai-nilai proyek tertentu," kata Febri, Senin (7/1/2019).
Febri menyatakan kejanggalan-kejanggalan tersebut tengah didalami lebih lanjut dan sudah diidentifikasi oleh Tim Penyidik KPK.
Apabila terbukti, tidak menutup kemungkinan KPK juga menjerat korporasi dalam kasus ini.
"Kami dalami dulu pokok perkaranya, jika bahwa nanti jika ditemukan, misalnya, perbuatan itu terjadi secara sistematis oleh korporasi, maka tentu tidak tertutup kemungkinan akan didalami lebih lanjut," katanya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan delapan tersangka yaitu diduga sebagai pihak pemberi adalah Budi Suharto, Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo; Lily Sundarsih, Direktur PT Wijaya Kusuma Emindo; Iren Irma, Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa; Yuliana Enganita Dibyo, Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa
Sementara itu, sebagai pihak penerima ditetapkan tersangka adalah Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung; Meina Waro Kustinah, PPK SPAM Katulampa; Teuku Moch. Nazar, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat; Donny Sofyan Arifin, PPK SPAM Toba 1.
Pihak penerima diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan proyek pembangunan SPAM Tahun Anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1, dan Katulampa.
Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa high-density polyethylene (HDPE) di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
Adapun untuk proyek tersebut masing-masing diduga menerima sejumlah uang. Anggiat Partunggul Nahot Simaremare diduga menerima Rp500 juta dan US$5000 untuk pembangunan SPAM Lampung, dan Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.
Meina Waro Kustinah diduga menerima Rp1,42 miliar dan 22.100 dolar Singapura untuk pembangunan SPAM Katulampa, Teuku Moch Nazar diduga menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan HDPE di Bekasi serta Donggala dan Palu, Donny Sofyan Arifin diduga menerima Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.