Bisnis.com, JAKARTA - Saksi persidangan kasus suap PLTU Riau-1, Neni Afwani, membantah pernah menyerahkan sejumlah uang melalui staf Eni Maulani Saragih bernama Tahta Maharaya.
Eni Maulani Saragih adalah tersangka kasus dugaan suap kerja sama proyek PLTU Riau-1 sekaligus mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI.
Neni Afwani selaku Direktur PT Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk. mengatakan tidak tahu menahu soal uang tersebut. Dia merasa tak pernah menyerahkan atau memberikan sejumlah uang.
Nenie mengaku hanya pernah menyerahkan dokumen perusahaan kepada Eni melalui Tahta menyangkut terminasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Mohon maaf, saya tidak pernah memberikan uang," kata Nenie kepada Jaksa KPK saat bersaksi di sidang lanjutan kasus suap PLTU Riau-1 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (2/1/2018).
Di dalam persidangan sebelumnya, Tahta mengaku pernah menerima tas berisi uang sekitar Rp1 miliar dari staf Nenie. Jaksa KPK juga menanyakan apakah pernah menyerahkan selain dokumen tersebut baik melalui orang lain.
Baca Juga
"Mungkin bukan [melalui] saksi langsung, apakah melalui resepsionis atau satpam, pernah tidak?" Kata jaksa KPK. Namun , Nenie kembali membantahnya.
Dia mengaku memang pernah dua kali bertemu dengan Tahta dan hanya menyerahkan dokumen terkait permasalahan antara perusahaannya dengan Kementerian ESDM.
Dalam perkara ini, KPK mendakwa Eni Saragih menerima suap Rp4,75 miliar dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. KPK mendakwa suap itu diberikan untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Selain itu, Eni didakwa menerima gratifikasi senilai Rp5,6 miliar dan 40.000 dolar Singapura dari sejumlah direktur perusahaan di bidang minyak dan gas.
Sebagian uang hasil gratifikasi tersebut telah digunakan Eni untuk membiayai kegiatan Pilkada di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, yang diikuti oleh suaminya, M. Al Khadziq, serta untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.