Kabar24.com, JAKARTA — Malam ini dan Selasa (25/12/2018), seluruh umat Kristiani akan merayakan Natal. Banyak makna dalam peristiwa Natal yang bisa dijadikan momen bagi umat untuk terus membarui diri.
Peristiwa Natal bisa diambil dari perspektif ketika Kaisar Agustus membuat sensus penduduk di Roma. Bagaimana perintah komando dalam suatu birokrasi Romawi bisa terlaksana dari perkataan kaisar. Perintah sensus penduduk ini disampaikan dari perintah atasan sampai ke tingkat prajurit yang langsung menyampikan ke seluruh pelosok penduduk.
Perintah berantai saat itu dari pusat kekaisaran Roma juga menjangkau sampai kepada pasangan sederhana yang belum dikenal di sudut terpencil di Nazaret. Untuk itulah, mereka berangkat ke kota asal mereka masing-masing, termasuk Maria dan Yosef yang masuk dalam celah sistem Romawi.
Dalam peristiwa Natal ini, kita diajak untuk melihat dua dunia yang sangat berbeda, Romawi dan Ilahi. dunia kekaisaran Romawi bersumber pada pusat, kaisar. sedangkan dunia Ilahi bersumber dari tempat yang tidak relevan, di pinggiran. Pasangan Yosef dan Maria tampak tidak begitu dikenal dan berasal dari pinggiran, tetapi kelahiran Bayi Yesus menjadi momen dan sumber dari karya Ilahi yang menentukan.
Hubungan antar manusia menjadi tolak ukur dalam menentukan sistem organisasi. Dunia kekaisaran Romawi hanya bergantung kepada orang-orang yang sudah dipercaya dan tahan uji untuk menyampaikan suatu perintah. Sedangkan dalam dunia Ilahi, kabar atau perintah itu bebas dipercayakan ke semua orang.
Sementara rantai komando di dunia kekaisaran Romawi hanya beroperasi melalui para pejabat yang sudah melalui tahap-tahap uji coba melalui rantai komando, sedangkan dunia Ilahi harus mempercayai semua orang.
Kabar sukacita tidak pergi ke seluruh pelosok bumi untuk menemukan utusan yang dapat dipercaya tentang kabar baik kelahiran Yesus, tetapi justru kepada para gembala yang sederhana yang tidak dikenal.
Dunia kekaisaran Romawi, dalam menjalankan operasionalnya mempertahankan kesetiaan karena rasa takut akan hukuman, sedangkan para gembara yang dengan kepolosan dan sederhananya dikuatkan dengan kata pertama malaikat adalah "jangan takut".
Narasi natal sangat agung, para gembala mengalami kebahagiaan surgawi. Seluruh penghuni surga bernyanyi dan memuji Tuhan dan bersukacita dalam suasana yang sangat sederhana bersama-sama.
Dalam dunia birokrasi kekaisaran Romawi, mereka dengan hati-hati menjaga transaksi bisnis guna mementingkan diri, sedangkan Tuhan tidak memiliki rahasia. Kabar baik dari kelahiran sang juru selamat adalah "untuk semua orang".
Sementara bangsa-bangsa di dunia mengukur nilai mereka dalam hal kekuasaan dan kekayaan, nilai dunia Allah diukur oleh bayi yang tidak berdaya.
Lantas, apa yang harus kita lakukan menjalankan tugas perutusan kita? Kita diajak untuk meniru teladan para gembala yang dengan rendah hati mendengarkan kabar sukacita, mengerti apa makna Bayi Yesus yang tidak berdaya lahir di palungan, dan siap melaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Menjadi gembala memang tidak mudah, manusia yang polos, apa adanya, bahkan terpinggirkan tetapi tetap punya makna.
Emmanuel, Allah beserta kita, untuk semua orang. Ketika kita, sebagai gembala yang menghadirkan Tuhan dalam setiap langkah kehidupan kita, maka kita dituntun untuk menjadi pemimpin yang rendah hati.
Kita diajak untuk belajar rendah hati dari semua orang dan setiap peristiwa. Menjadi humble, rendah hati adalah suatu tantangan dalam dunia usaha.
Seringkali dilihat bahwa kita tidak mau untuk berkompetisi, atau bahkan tidak mau dipromosikan atau memperoleh tujuan yang dicapai. Sesungguhnya, bila kita dimampukan untuk rendah hati dalam setiap usaha atau bisnis, maka akan membawa suatu usaha kita dengan lebih baik.
Memiliki kemampuan untuk menempatkan orang lain terlebih dahulu dan tidak menempatkan diri kita diatas segala-galanya dalam kehidupan kita, maka hidup kita akan dipenuhi berkat abadi, melihat, mengalami, dan memuliakan Allah. Selamat Natal!
Penulis
Romo Andreas Kurniawan, OP
Ekonom di Keuskupan Agung Pontinak