Bisnis.com, JAKARTA--Kejaksaan Agung menyatakan berkas perkara mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan telah lengkap atau P21.
Jaksa Agung H.M Prasetyo mengungkapkan sesuai SOP, tim penyidik akan melakukan pelimpahan tahap dua berupa tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) sehingga perkara tersebut bisa segera dilimpahkan ke Pengadilan untuk diadili.
"Jadi kalau sudah P21 itu nanti dari Dirdik (Direktur Penyidikan) berkas perkaranya akan diserahkan ke Dirtut (Direktur Penuntutan). Kemudian dipelajari lagi berkasnya oleh Dirtut," tutur Prasetyo, Jumat (21/12/2018).
Prasetyo juga mengaku telah menginstruksikan JPU agar secepatnya menyusun surat dakwaan terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.
"Nanti berkas perkara yang dilimpahkan, dipelajari dan disusun surat dakwaannya. Baru nanti berkas itu dilimpahkan ke Pengadilan untuk diadili," katanya.
Seperti diketahui, kasus tersebut terjadi pada 2009 saat Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10% terhadap ROC Oil Ltd. untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai US$31 juta.
Akibat akuisisi itu Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga 812 barrel per hari.
Ternyata Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010 Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara cq Pertamina sebesar US$31 juta dan US$26 juta atau setara Rp568 miliar.