Bisnis.com, JAKARTA - Dua migran remaja lelaki asal Honduras ditemukan tewas di kota perbatasan AS-Meksiko, Tijuana akhir pekan lalu, kata seorang petugas perbatasan pada Selasa (18/12/2018).
Dilansir Reuters, kantor kejaksaan Tijuana mengungkapkan dalam pernyataan resmi bahwa mereka masih menyelidiki peristiwa tersebut. Adapun jasad keduanya memperlihatkan bekas luka tusuk dan cekik. Kejaksaan menyatakan kedua korban diperkirakan berusia sekitar 16 sampai 17 tahun.
Kejaksaan menyebutkan para dua migran remaja itu, yang menetap di penampungan remaja Tijuana, tengah menuju penampungan lain saat dicegat oleh sejumlah orang yang berniat merampok mereka. Korban ketiga berhasil selamat.
"Insiden ini tampaknya tak melibatkan organisasi kriminal," kata salah satu jaksa Tijuana, Jorge Alvarez Mendoza, dilansir Reuters, Rabu (19/12/2018).
Ribuan migran asal Amerika Tengah tiba di Tijuana, kota di Meksiko yang berbatasan dengan Amerika Serikat dalam beberapa bulan terakhir. Mereka bermigrasi dengan harapan dapat memperoleh izin masuk ke Negeri Paman Sam.
Kebanyakan dari para migran mengantre di imigrasi untuk memperoleh suaka di bawah sistem 'metering' yang membatasi jumlah pengaju suaka setiap harinya.
Pihak berwenang belum bisa memastikan apakah dua korban termasuk pencari suaka atau bukan.
Duta besar Honduras untuk Meksiko, Alden Rivera, memastikan bahwa dua remaja tersebut berasal dari Honduras dan penyerangan terjadi pada Sabtu (15/12/2018) sore.
"Yang bisa kami sampaikan saat ini adalah tiga remaja lelaki dibawa ke suatu tempat. Dua dari mereka dibunuh secara brutal dan satu berhasil selamat dan berada dalam perlindungan otoritas Meksiko," kata Rivera kepada Reuters.
Ia mengaku tidak tahu mengapa otoritas Honduras tidak menerima notifikasi hingga Senin dan mendesak pemerintah Meksiko untuk memperdalam investigasi.
"Kondisi korban sangat mengenaskan, kami sangat prihatin dengan apa yang telah terjadi," sambungnya.
Kementerian Luar Negeri Meksiko tidak berkomentar saat ditanyai soal ini. Namun juru bicara kementerian sebelum pengumuman insiden menyampaikan bahwa Meksiko tidak bisa mengontrol jumlah migran yang diizinkan masuk ke AS.
"Tentu saja kondisi ini membuat kami cemas, kami berusaha mencari solusi [keamanan migran]," kata juru bicara itu.
Profesor administrasi publik dari Colegio de la Frontera Norte di Tijuana, Vicente Sanchez menggarisbawahi kondisi bahaya yang dihadapi kelompok migran minor, seperti anak-anak dan remaja. Ia tak menyangka tindak kriminal menjadi lumrah di perbatasan.
"Kelompok usia muda adalah yang paling rentan dalam lingkungan penuh kekerasan," katanya.