Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Jumat (16/11/2018) mengagendakan pemeriksaan terhadap Direktur Lippo Cikarang Ju Kian Salim dalam kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Ju Kian diperiksa untuk tersangka Billy Sindoro selaku Direktur Operasional PT Lippo Grup. Belum ada keterangan resmi terkait dengan perihal apa Ju Kian Salim diperiksa sebagai saksi hari ini.
Namun, sesuai dengan perkembangan terakhir pemeriksaan, diketahui bahwa terdapat keadaan yang tidak sinkron dari keterangan para saksi dalam kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta.
Selain Ju Kian Salim, KPK juga memeriksa beberapa saksi lain, yaitu Jamaludin (Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi) dan Fitra Djaya Purnama (konsultan) yang diperiksa sebagai tersangka.
Untuk saksi dari Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, KPK mendalami proses pemberian rekomendasi perizinan dari masing-masing dinas. Sementara itu, terhadap pihak swasta, terus ditelusuri sumber uang suap.
Sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu sebagai pihak pemberi, Billy Sindoro, Direktur Operasional PT Lippo Grup; Taryudi, Konsultan Lippo Grup; Fitra Djaja Kusuma, Konsultan Lippo Grup; dan Henry Jasmen, Pegawai Lippo Grup.
Baca Juga
Sebagai pihak penerima ditetapkan tersangka sebagai berikut, yaitu Neneng Hasanah Yasin, Bupati Bekasi; Jamaludin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi; Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi; Dewi Tisnawati, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi; dan Neneng Rahmi, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.
Pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Khusus untuk Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahayu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.