Bisnis.com, SEBATIK - TNI memastikan bahwa patok perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Pulau Sebatik tidak berubah.
Komandan Satgas Marinir Ambalat XXIII Kapten (Mar) Yusuf Muchram, di Sebatik, Jumat (16/11/2018), membantah kabar bahwa patok perbatasan Indonesia-Malysia di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara telah bergeser.
Yusuf mengungkapkan bantahan itu dalam acara interaktif Indonesia Menyapa dengan tema "TNI/Polri Kuat Bersama Rakyat", kerja sama RRI, Perum LKBN Antara dan Kemenkominfo.
Ia menjelaskan logikanya setiap patok perbatasan memiliki chip yang dipantau secara langsung oleh Mabes TNI di Jakarta.
"Tugas kami hanya mengawasi, memantau, dan memeriksa dan melaporkan jika chip-nya rusak," ujar dia, dalam acara yang bertepatan dengan rangkaian kegiatan menyambut HUT Marinir 2018.
Jumlah patok di perbatasan ada 19, yakni 17 patok perbatasan darat dan dua di laut, salah satunya di Karang Unarang.
Ihwal kabar patok perbatasan yang tergeser dikomentari camat induk Sebatik dalam dialog itu. Yusuf menduga isu itu hanya masalah lama tentang perbedaan persepsi pihak Indonesia dan Malaysia.
Malaysia melihat garis batas imajiner berdasar hukum Inggris, sedangkan Indonesia melihatnya berdasarkan hukum Belanda.
Menjawab pertanyaan tentang rencana pembangunan infrastruktur atau pos pengawasan di Karang Unarang, Yusuf membenarkan sudah ada usulan tinggal keputusan final untuk alokasi dana pembangunan ada di pusat.
Karang Unarang sangat strategis bukan hanya bagi Kaltara, namun bagi Indonesia karena untuk wilayah utara di sanalah titik 0 berada.
Jika wilayah itu direbut negara lain, maka sangat merugikan Indonesia karena teritorial Indonesia berkurang.
"Seandainya ada 25 jam, maka marinir tidak pernah tidur menjaga Karang Unarang ini," katanya pula.
Hubungan Indonesia sempat memanas pada 2005 terkait mencuatnya klaim sepihak Malaysia atas Karang Unarang atau sekitar Blok Ambalat.
Perang Konvensional
Dalam acara itu baik Yusuf maupun narasumber dari Sebatik Timur AKP Susilo diwakili Ipda Suwoko dan tokoh masyarakat Muhammad Nurdin (Bang Buaya) sepakat bahaya yang dihadapi perbatasan bukan perang konvensional.
Perang yang harus dihadapi adalah maraknya peredaran narkoba dan minuman keras, kemiskinan, serta masalah kelemahan pada sektor pendidikan.
TNI membantu mengatasi kelemahan sektor pendidikan melalui "Sekolah Perbatasan" bagi anak-anak TKI dengan melibatkan prajurit TNI sebagai guru.
Sementara itu pihak Kepolisian setempat menyebutkan beratnya perang menghadapi peredaran narkoba karena banyak jalan tikus dan jumlah personel terbatas serta lemahnya infrastruktur.