Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rehabilitasi dan Rekonstruksi Gempa Sulteng Perlu Lebih Dari Rp10 Triliun

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan besaran kebutuhan dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah terdampak bencana alam di Sulawesi Tengah diperkirakan mencapai lebih dari Rp10 triliun.
Sejumlah pengendara kendaraan bermotor melintas di salah satu jalan di kota Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (28/10/2018). Satu bulan pascagempa, tsunami dan pencairan tanah (likuifaksi) pada 28 September 2018, kondisi perekonomian di Kota Palu, Sulawesi Tengah semakin membaik dan masyarakat kembali menjalankan aktivitas seperti biasanya./Antara-Mohamad Hamzah
Sejumlah pengendara kendaraan bermotor melintas di salah satu jalan di kota Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (28/10/2018). Satu bulan pascagempa, tsunami dan pencairan tanah (likuifaksi) pada 28 September 2018, kondisi perekonomian di Kota Palu, Sulawesi Tengah semakin membaik dan masyarakat kembali menjalankan aktivitas seperti biasanya./Antara-Mohamad Hamzah

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan besaran kebutuhan dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah terdampak bencana alam di Sulawesi Tengah diperkirakan mencapai lebih dari Rp10 triliun.

Sutopo Purwo Nugroho Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB mengatakan bahwa saat ini Tim Hitung Cepat Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB dan UNDP, terus menghitung dampak dan kebutuhan untuk pemulihan nantinya.

"Kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana diperkirakan lebih dari Rp10 triliun," ujarnya seperti keterangan resmi, Minggu (28/10/2018).

Menurutnya untuk memenuhi hal tersebut tentu bukan tugas yang mudah dan ringan. Akan tetapi pihaknya menegaskan bahwa pemerintah dan pemda akan membangun kembali yang lebih baik dan aman sesuai prinsip build back better and safer.

BNPB kembali merilis data per Sabtu, 27/10/2018, jumlah kerugian dan kerusakan akibat bencana sebagai imbas peristiwa bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Parigi Moutong, Sulawesi Tengah mencapai Rp18,48 triliun.

Angka tersebut lebih besar dari pada yang dirilis BNPB sepekan sebelumnya atau per 21/20/2018 yang mencapai sebesar Rp13,82 triliun.

Menurut Sutopo peningkatan jumlah dampak ekonomi terjadi akibat data kerusakan yang digunakan sebagai basis data saat ini lebih banyak dan lengkap, dibandingkan sebelumnya.

"Diperkirakan dampak ekonomi berupa kerugian dan kerusakan akibat bencana di Sulteng ini masih akan terus bertambah karena belum semua data kerusakan selesai dilakukan," ujarnya, Minggu (28/10/2018).

Menurutnya dari jumlah Rp18,48 triliun tersebut, yang termasuk kerugian mencapai Rp2,89 triliun dan kerusakan mencapai Rp15,58 triliun.

Pengertian kerusakan adalah nilai kerusakan fisik aset. Sedangkan kerugian adalah arus ekonomi yang terganggu akibat bencana, yaitu pendapatan yang hilang dan atau biaya yang bertambah akibat bencana pada lima sektor yaitu permukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor.

Sutopo merinci dari Rp18,48 triliun itu berasal dari sektor permukiman Rp9,41 triliun, infrastruktur Rp1,05 triliun, ekonomi Rp4,22 triliun, sosial Rp3,37 triliun, dan lintas sektor mencapai Rp44 miliar.

"Dampak kerugian dan kerusakan di sektor permukiman adalah paling besar karena luas dan masifnya dampak bencana," ujarnya.

Terjangan tsunami dengan ketinggian antara 2,2 meter hingga 11,3 meter dengan landaan terjauh mencapai hampir 0,5 km telah menghancurkan pemukiman yang ada di hampir sepanjang pantai di Teluk Palu.

Selain itu, adanya amblesan dan pengangkatan permukiman di Balaroa dan adanya likuifaksi yang menenggelamkan permukiman di Petobo, Jono Oge dan Sibalaya yang telah menyebabkan ribuan rumah hilang.

Sementara berdasarkan sebaran wilayah, kerugian dan kerusakan terbesar di Kota Palu mencapai Rp8,3 triliun, Kabupaten Sigi Rp6,9 triliun, Donggala Rp2,7 triliun dan Parigi Moutong Rp640 miliar.

Sementara itu, data korban hingga 28/10/2018, tercatat 2.086 orang meninggal dunia yaitu di Kota Palu 1.705 orang, Kabupaten Donggala 171 orang, Sigi 188 orang dan Parigi Moutong 15 orang. Sebanyak 1.309 orang hilang. Korban luka-luka 4.438 orang, dan mengungsi 206.524 orang.

Sejumlah pengendara kendaraan bermotor melintas di salah satu jalan di kota Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (28/10/2018)./Antara-Mohamad Hamzah
Sejumlah pengendara kendaraan bermotor melintas di salah satu jalan di kota Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (28/10/2018)./Antara-Mohamad Hamzah

Mulai Normal

Adapun kondisi terkini di Palu, menurut Sutopo sudah berjalan kondusif. Namun demikian, adapula daerah yang masih terisolir.

"Secara umum kondisi masyarakat sudah kondusif, perekonomian masyarakat mulai berjalan normal. Sinyal telekomunikasi dan internet telah pulih. Pelayanan listrik PLN sudah mencapai 97%," ujarnya.

Sedangkan, lanjut dia, 4 kecamatan di Kabupaten Sigi meliputi Kecamatan Lindu, Kulawi, Kulawi Selatan dan Titikor masih agak terisolir karena akses menuju daerah tersebut tertimbun longsor kembali sejak 21/10/2018.

"Hujan deras menyebabkan longsor dan banjir di wilayah tersebut. Upaya membuka daerah dengan membersihkan material longsor dengan alat-alat berat masih dilakukan," ujarnya.

Saat ini, kata dia, akses jalan dilakukan dengan buka tutup. Kendaraan truk berbadan sedang yang mampu mengangkut logistik 3 ton ke atas tidak dapat melalui jalan tersebut.

"Untuk droping bantuan, heli MI-8 BNPB masih dioperasikan. Sebanyak 18 kali penerbangan membawa logistik sebanyak 32,7 ton sudah didistribusikan. Sedangkan pembangunan huntara terus dilakukan, baik yang dibangun pemerintah maupun dari berbagai pihak," ujarnya.


RAPBN 2019

Sementara itu, pada Postur Sementara Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2019, pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyepakati besaran Dana Cadangan Mendesak sebesar Rp18,5 triliun.

Anggaran tersebut akan digunakan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana di NTB dan Sulteng sebesar Rp5 triliun, lalu pooling fund bencana alam sebesar Rp1 triliun.

Sedangkan yang selebihnya,yakni Rp12,5 triliun untuk cadangan belanja mendesak kementerian/lembaga, seperti untuk Kemenhan Rp500 miliar, Polri Rp8,45 trilun, Kemenkumham Rp200 miliar, Kejaksaan Rp200 miliar, BIN Rp2,5 triliun, dan juga BSSN sebesar Rp650 miliar.

Menurut Askolani, meskipun Dana Cadangan Mendesak itu memang lebih banyak digunakan untuk belanja di K/L, namun tidak menutup kemungkinan bisa juga dimanfaatkan untuk yang lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper