Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) masih belum menerima pelimpahan tahap kedua untuk berkas tiga tersangka kasus penjualan kondensat bagian negara dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan nilai kerugian mencapai US$2,716 miliar.
Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejagung, Heffinur juga akan mendesak Bareskrim Polri untuk melimpahkan tahap kedua yaitu tersangka dan barang bukti kepada Kejaksaan agar kasus itu bisa segera maju ke tahap penuntutan di Pengadilan.
"Kita kan posisinya menunggu saja dari Bareskrim. Kirimlah, kita akan tunggu," tuturnya, Senin (15/10/218).
Heffinur menyarankan agar tim penyidik Bareskrim Polri menyerahkan berkas tiga tersangka itu secara bersamaan, bukan secara terpisah sehingga lebih mudah untuk diajukan ke tahap penuntutan.
Seperti diketahui, tim penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan tiga orang tersangka pada perkara korupsi tersebut yaitu mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono dan Direktur Utama PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratno yang kini masih menjadi buronan negara.
"Bagusnya kan penuntutan itu berkasnya jadi satu atau bersama-sama dalam satu berkas. Kita tunggulah barang dari sana (Bareskrim) itu," katanya.
Sebelumnya, Honggo ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait penjualan kondensat bagian negara.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menaksir kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas, Kementerian ESDM, dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) mencapai sebesar US$2,716 miliar.
Dalam kasus yang menyeret tiga tersangka, yakni mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, dan pendiri PT TPPI Honggo Wendratno tersebut, penyidik sudah memeriksa puluhan saksi dari unsur SKK Migas, TPPI, Kementerian Keuangan, Pertamina, dan Kementerian ESDM.
Kasus tersebut bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI pada bulan Oktober 2008 terkait dengan penjualan kondensat dalam kurun waktu 2009 sampai 2010. Perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan pada Maret 2009.
Penunjukan langsung ini menyalahi Peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.