Asian Para Games 2018 hari ini resmi ditutup. Meski tak seramai penyelenggaraan Asian Games, pesta olahraga yang kedua ini tak kalah dalam prestasi. Beberapa atlet Indonesia bahkan menciptakan rekor baru di Asia.
Ajang olahraga ini juga sebagai pembuktian bahwa keterbatasan bukan menjadi hambatan untuk meraih prestasi. Melalui perhelatan ini masyarakat bisa melihat sekaligus belajar dari semangat yang dimiliki para atlet.
Hingga Jumat sore, Indonesia telah berada di posisi keenam dengan raihan 30 medali emas, 41 perak, dan 40 perunggu. Pencapaian itu melampaui target yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 16 medali emas dan masuk dalam delapan besar.
Perolehan medali tahun ini juga melewati raihan dua event sebelumnya. Saat pertama kali Asian Para Games dihelat di Guangzhou, China pada 2010, Indonesia berhasil menempati posisi ke-14 dengan 1 medali emas, 5 perak, dan 5 perunggu. Selanjutnya di 2014, Indonesia berhasil memperbaiki posisi di peringkat 9 dengan 9 emas, 11 perak, dan 18 perunggu.
Tentunya kita patut berbangga hati dan merayakan perolehan prestasi pada tahun ini mengingat jumlah negara dan peserta yang mengikuti jauh lebih besar dibandingkan dengan pertandingan sebelumnya. Persaingan kian ketat, sekitar 42 negara dengan 2.888 atlet dan 1.826 official berpartisipasi di 18 cabang olahraga.
Semangat meraih juara tidak lepas dari upaya para atlet untuk menunjukkan kemampuan mereka yang tak mau kalah dibandingkan dengan atlet Asian Games 2018. Bahwa penyandang disabilitas bisa berprestasi meski dengan keterbatasan yang mereka miliki.
Tak hanya itu, apresiasi pemerintah menyamakan besaran bonus dengan Asian Games termasuk distribusi hadiah yang diberikan, sedikit banyak turut memotivasi para atlet Asian Para Games dalam bertanding.
Harus diakui, selama ini kesejahteraan para atlet di Tanah Air masih menjadi sorotan. Sering kita dengar atlet hanya memperoleh medali dan ucapan terima kasih Tentunya kita berharap penghargaan yang rencananya akan diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo hari ini dapat terus memompa semangat meraih kemenangan dari para atlet di berbagai pertandingan lainnya.
Selanjutnya, yang tak kalah penting adalah apa yang akan kita lakukan setelah pesta olahraga ini berakhir. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, kesetaraan kaum disabilitas masih menjadi persoalan di Tanah Air.
Disadari atau tidak, kita telah meminggirkan mereka. Dimulai dari fasilitas publik yang belum ramah disabilitas seperti akses jalan atau jembatan penyeberangan orang yang sulit dilalui oleh pengguna kursi roda hingga kesempatan mendapatkan pekerjaan. Pelaku usaha masih minim memperkerjakan karena keterbatasan mereka.
Padahal dari data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas, sekitar 15% dari penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas. Kondisi itu mestinya menjadi perhatian bagi para pemimpin baik itu pusat, daerah, maupun swasta.
Menjadi tuan rumah pada Asian Para Games merupakan momentum bagi kita semua untuk memberikan kesempatan yang sama kepada penyandang disabilitas. Berbagai sarana prasarana publik harus diperbaiki dan dibangun, tidak hanya dalam rangka pertandingan olahraga kelas dunia ini, tetapi juga demi kepentingan warga negara Indonesia dengan kebutuhan khusus.
Payung hukum yang telah dibuat oleh Presiden Joko Widodo yang termuat dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas semestinya menjadi landasan hukum bagi pemerintah pusat dan daerah dalam membuat kebijakan lanjutan yang mempertimbangkan kepentingan para penyandang disabilitas.
Upaya pemerintah memperbaiki kehidupan masyarakat penyandang disabilitas dengan memberikan kesempatan khusus dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil di tingkat pusat semestinya juga diikuti oleh pemerintah daerah dan perusahaan swasta.
Tentunya kita berharap setelah Asian Para Games, maka perbedaan perlakuan yang selama ini diterima oleh para penyandang disabilitas tidak ada lagi sehingga mereka lebih produktif dan dapat berperan aktif dalam memajukan perekonomian nasional.