Bisnis.com, JAKARTA – Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, organisasi pekerja yang dipimpin oleh Muchtar Pakpahan, turut meramaikan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi agar bekas narapidana korupsi dilarang menjadi calon anggota legislatif atau caleg.
Permohonan uji materi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) telah teregistrasi di MK dalam Perkara No. 83/PUU-XVI/2018. SBSI menggugat Pasal 240 ayat (1) huruf g UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang memungkinkan bekas koruptor mendaftar sebagai calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pasal itu melarang bekas terpidana yang diancam pidana penjara di atas lima tahun menjadi caleg ‘kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana’. Jika ada pengumuman dari mantan terpidana kepada khalayak maka larangan otomatis tidak berlaku.
Agus Supriyadi, kuasa hukum SBSI, menilai eksistensi Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu mencederasi rasa keadilan kalangan buruh. Pasalnya, para koruptor berpotensi kembali melenggang ke parlemen dan mengulangi kejahatan mereka.
Padahal, tambah Agus, buruh mengharapkan wakil rakyat dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja. Faktanya, buruh semakin menderita karena saat ini rezim upah murah kembali berlaku.
“Buruh merupakan kelompok masyarakat yang selalu ikut setiap pemilu, berharap anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota bisa menjalankan tugasnya tanpa ada korupsi,” katanya dalam berkas tertulis yang dikutip di Jakarta, Jumat (12/10/2018).
Baca Juga
Agus mengklaim SBSI memiliki kedudukan hukum untuk menggugat UU Pemilu. Bila korupsi tidak diberantas maka buruh terhalang untuk mendapatkan gaji dan hidup yang layak.
Dalam petitumnya, SBSI—yang diwakili oleh Ketua Umum Muchtar Pakpahan dan Sekretaris Jenderal Bambang Hermanto—meminta kepada MK untuk manyatakan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu inkonstitusional secara bersyarat.
Selain korupsi, mereka meminta agar MK melarang caleg berlatar belakang mantan terpidana berat lainnya yakni narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan terorisme.
Dengan masuknya gugatan SBSI maka MK telah menerima dua gugatan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu. Permohonan pertama dilayangkan oleh tiga warga negara masing-masing Muhammad Hafidz, Abda Khair Mufti, dan Sutiah.
Bedanya, Muhammad Hafidz dkk hanya memohonkan larangan bagi bekas terpidana kasus korupsi menjadi caleg.
Selain kepada caleg DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, pemohon juga meminta larangan tersebut diberlakukan bagi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang tercantum dalam Pasal 182 huruf g UU Pemilu.
MK telah menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan atas permohonan Hafidz dkk pada Rabu (10/10/2018).
Sebagaimana diketahui, larangan bekas koruptor menjadi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota pada Pemilu Legislatif 2019 sempat diberlakukan oleh Komisi Pemilihan Umum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 20/2018.
Namun, norma tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dinilai bertentangan dengan UU Pemilu.