Bisnis.com, DEN HAAG - Amerika berkepentingan untuk tetap membekukan aset Iran yang disita pengadilan Negeri Paman Sam.
Pemerintah AS, Senin (8/10/2018) waktu setempat meminta hakim Mahkamah Internasional agar menolak permintaan Iran soal pemulihan aset 1,75 miliar dolar AS (sekitar Rp26,6 triliun) yang disita pengadilan AS di bank-bank nasional.
Mahkamah Agung AS pada 2016 menetapkan bahwa aset-aset itu antara lain harus diberikan kepada keluarga-keluarga Amerika korban pengeboman sebuah barak Korps Marinir AS di Beirut pada 1983.
Sidang pada mahkamah tersebut terpisah dari sidang yang membahas keberatan Iran atas sanksi-sanksi yang saat ini diberlakukan AS terhadap Teheran.
Tuntutan Iran pada kedua kasus itu didasarkan atas Perjanjian Persahabatan tahun 1955, yang ditandatangani 24 tahun sebelum Revolusi Iran, yaitu revolusi yang membalikkan posisi kedua negara menjadi musuh bebuyutan.
"Akar tindakan dari pusat kasus ini adalah dukungan Iran atas terorisme internasional," kata Richard Visek, penasihat hukum Departemen Luar Negeri AS, pada Senin. Ia meminta Mahkamah menolak tuntutan Iran.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menuduh Teheran menyalahgunakan Pengadilan Dunia itu untuk tujuan politik dan propaganda.
Washington pekan lalu mengumumkan pihaknya akan menarik diri dari Perjanjian Persahabatan. Hal itu disampaikan setelah Mahkamah Internasional memerintahkan Amerika Serikat untuk memastikan agar sanksi-sanksi yang diterapkannya terhadap Iran tidak mengganggu bantuan kemanusiaan atau keamanan penerbangan sipil.