Bisnis.com, JAKARTA - Jumat, 28 September 2018, pasti sulit dilupakan oleh warga Palu. Usai gempa berkekuatan 7,7 Skala Richter, Palu diterjang tsunami, dan Kota Palu, Sulawesi Tengah, luluh lantak, lumpuh total. Aliran listrik padam.
Derai air mata pun tak terbendung. Mereka --para korban-- pun banyak yang terpisahkan. Ada yang terbawa arus dan tidak diketahui nasibnya. Ada yang meregang nyawa akibat tertimpa bangunan. Bangunan, yang semula berdiri tegar dan cantik, kini, rata dengan tanah. Disapu bencana itu.
Korban tewas akibat gempa bumi dan tsunami yang melanda Palu dan sejumlah daerah lainnya di Provinsi Sulawesi Tengah, mengutip pernyataan Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho 844 orang. "Data itu masih bisa bertambah, jenazah terus berdatangan," kata Sutopo di Graha BNPB, Jakarta, Senin (1/10/2018).
Korban terbanyak berada di Palu, 821 orang. Adapun korban tewas di Donggala 11 orang. "Korban yang diduga tertimbun reruntuhan, masih banyak. Banyak daerah-daerah yang belum terjangkau," kata juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho.
Seperti manusia lainnya, warga Palu pun tidak berharap menerima bencana ini. Namun, semua di luar kuasa manusia. Malang tak dapat ditolak. "Jumlah korban diperkirakan masih akan bertambah," kata Sutopo.
Rasa turut berduka, diperlihatkan oleh bangsa ini, dengan ketulusan. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, misalnya, melaksanakan shalat gaib usai shalat subuh berjamaah dengan aparatur sipil negara di lingkup Pemerintah Provinsi Jabar di Masjid Al-Muttaqin Gedung Sate Bandung.
Di Ragunan, Jakarta Selatan, Kementerian Pertanian melakukan penggalangan dana dengan jumlah sementara mencapai Rp10 miliar untuk korban terdampak gempa bumi berkekuatan 7,4 SR dan tsunami pada Jumat (28/9) di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah. "Alhamdulillah hingga hari ini untuk gempa Palu sudah Rp10 miliar untuk dua daerah gempa," kata Menteri Amran Sulaiman usai menjadi inspektur upacara di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta, Senin (1/10/2018).
Namun, bagi warga Palu, ini bukan kisah yang terbaru dan mereka berharap tak ingin terulang kembali. Meski dalam skala yang kecil, gempa bumi pernah mengguncang kota Palu, Sulawesi Tengah. Yakni Senin (24\1\2005) pagi hari. Gempa terjadi hingga tiga kali. Akibat gempa membuat warga panik dan mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.Gempa selama 3 kali tersebut terjadi pada pukul 03.00 dini hari.
Palu --yang merupakan kota yang terletak di Sulawesi Tengah, berbatasan dengan Kabupaten Donggala di sebelah barat dan Utara, Kabupaten Sigi di sebelah selatan, dan Kabupaten Parigi Mountong di sebelah timur-- berasal dari bahasa kaili VOLO yang berarti bambu yang tumbuh dari daerah Tawaeli sampai di daerah Sigi.
Masyarakat Kota Palu sangat heterogen. Penduduk yang menetap di kota ini berasal dari berbagai suku bangsa seperti Bugis, Toraja dan Mandar yang berasal dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Gorontalo, Manado, Jawa, Arab, Tionghoa dan Kaili yang merupakan suku asli dan terbesar di Sulawesi Tengah.
Kini, semua keistimewaan yang dibawa sejak keberadaannya, luluh lantak oleh gempa bumi dan tsunami. Di tengah doa semoga mereka diberi kekuatan untuk menghadapi dan keluar dari suasana duka, kita berharap, bencana itu adalah yang terakhir.
Gempa bumi berkekuatan 7,7 Skala Richter --yang telah dimutakhirkan oleh BMKG menjadi 7,4 Skala Richter dan mengguncang wilayah Palu dan Donggala pada Jumat (28/9) pukul 17.02 WIB dengan pusat gempa berkedalaman 10 kilometer itu berada pada 27 kilometer Timur Laut Donggala, semoga bukan proses alam yang hendak membawa Palu menuju ke sosok semula.
Lantaran, seperti diakui warganya, asal usul nama kota Palu adalah Topalu'e , yang artinya Tanah yang terangkat . Lantaran, awalnya, daerah ini lautan. Akibat gempa dan pergeseran lempeng (palu koro), daerah yang tadinya lautan tersebut terangkat dan membentuk daratan lembah, yang sekarang menjadi Kota Palu.
Beberapa Kisah Tsunami
1. Tsunami Pangandaran Ini terjadi 17 Juli 2006 dan diawali gempa bermagnitudo 8. Ada 125 perahu terhempas, menghancurkan tempat pelelangan ikan (TPI) di Karangduwur, 20 warung hanyut ke laut 150 unit perahu nelayan di Ayah dan 372 perahu di Pantai Suwuk hancur. Sedikitnya 100 orang tewas, ratusan lainnya hilang, dan ribuan warga di sejumlah wilayah pesisir mengungsi ke tempat yang lebih aman. |
2. Tsunami Aceh. Terjadi 26 Desember 2004. Gelombang tsunami setinggi 35 meter. Tsunami menjangkau daratan Sri Lanka dan Semenanjung India. Gelombang tsunami mengakibatkan 160.000 korban jiwa. Gempa dan tsunami menghancurkan kehidupan warga Aceh. Bangunan rata dengan tanah |
3. Tsunami Kepulauan Banggai Terjadi 9 Mei 2000. Gempa tektonik bermagnitudo 6,5 disertai gelombang tsunami. Korban tewas 46 orang. Tsunami setinggi 3 meter merusak ribuan rumah penduduk. Sekitar 3.000 warga eksodus ke Luwuk. |
4. Tsunami Banyuwangi Terjadi 3 Juni 1994. Diawali gempa tektonik 10 derajat Lintang Selatan dan 112.74 Bujur Timur, pada kedalaman 33 km dengan magnitudo 5,9 dan pusat gempa sekitar 225 km selatan Malang atau di Samudra Hindia, 61 tewas dan 213 rumah rata dengan tanah. |
5. Tsunami Flores Terjadi 12 Desember 1992. Diawali gempa bermagnitudo 7,5 diikuti gelompang pasang sejauh 300 meter ke bagian tengah dan timur Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur menimpa Kaputan Sikka (Maumere) dan Kabupaten Ende. Sekitar 1.300 orang meninggal, 500 orang hilang dan ribuan bangunan rusak baik itu karena terjangan ombak atau terkena reruntuhan gedung. |
6. Tsunami Sumba Terjadi pada 19 Agustus 1977. Diawali gempa bermagnitudo 7 dan gelombang tsunami setinggi 8 meter. Pusat gempa di sebelah selatan Kepulauan Sunda Kecil. Ada 75 jiwa penduduk tewas, 26 hilang dan 18 luka parah. |