Bisnis.com, JAKARTA - Tersangka mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan kembali akan diperiksa oleh tim penyidik Kejaksaan Agung pada Senin 24 September 2018.
Karen Agustiawan merupakan salah satu tersangka tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009 yang sempat 2 kali mangkir saat diperiksa sebagai tersangka. Namun saat diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lain, Karen diam-diam memenuhi agenda pemeriksaan tim penyidik Kejaksaan Agung.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung Warih Sadono mengakui pihaknya sudah menandatangani surat pemanggilan tersangka Karen Agustiawan agar diperiksa sebagai saksi pekan depan. Menurutnya, surat tersebut juga sudah dikirimkan kepada Karen Agustiawan beberapa hari lalu.
"Jadi surat pemanggilan (Karen Agustiawan) sudah saya tandatangani. Tapi waktunya belum bisa detail saya sampaikan, yang jelas dia akan diperiksa lagi pekan depan," tuturnya, Jumat (21/9).
Warih juga membantah pihaknya akan langsung melakukan penahanan kepada Karen Agustiawan usai diperiksa sebagai saksi pekan depan, seperti dua tersangka sebelumnya yaitu mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) Direktorat Hulu PT Pertamina Bayu Kristanto dan Mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Frederik Siahaan.
"Dia diperiksa sebagai saksi pekan depan. Bukan sebagai tersangka," tegasnya.
Warih juga mengakui sampai saat ini selain berstatus sebagai tersangka, Karen Agustiawan juga sudah dikenakan status pencegahan agar tidak melarikan diri ke luar negeri.
"Iya sudah (dicekal)," ujarnya.
Seperti diketahui, Kasus tersebut terjadi pada 2009, di mana Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10% terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai US$31 juta.
Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Ternyata Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris. Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara cq Pertamina sebesar US$31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar