Bisnis.com, JAKARTA - Seusai menjalani pemeriksaan, tersangka kasus dugaan suap terkait dengan proyek PLTU Riau-1 Eni Saragih kembali menyebut nama Setya Novanto.
Politisi Partai Golkar tersebut mengatakan dirinya mengenal Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham BlackGold Natural Resources Ltd., dari Setya Novanto.
"Ya, memang saya kenalnya dari siapa lagi? Saya kan kenal Pak Kotjo dari Pak Setya Novanto," ujar Eni Maulani Saragih seusai diperiksa di KPK, Rabu (5/9/2018).
Pemeriksaan terhadap dirinya hari ini, tambah Eni, merupakan pendalaman dari pertemuan-pertemuan yang terjadi antara dirinya, Johannes Budisutrisno Kotjo, dan Sofyan Basir.
"Dan perintah-perintah tentunya bermula dari sebelum Pak Kotjo, yaitu, perintah dari Pak Setya Novanto. Mudah-mudahan ini bentuk saya yang sangat kooperatif," lanjutnya.
Selain itu, Eni mengatakan dirinya sudah menyampaikan keinginan untuk menjadi justice collaborator dalam kasus PLTU Riau-1.
Pada Jumat (31/8/2018), Wakil Ketua KPK Alex Marwata mengatakan dalam konteks kasus PLTU Riau-1, Eni Maulani Saragih selalu melapor ke tersangka lainnya, yaitu mantan Menteri Sosial Idrus Marham, terkait dengan aliran dana suap proyek tersebut.
"Ketika menerima uang, dia selalu lapor ke Idrus Marham. Itu (penerimaan uang) disampaikan (ke Idrus), dan juga, IM tahu jika Eni menerima uang," papar Alex.
Selain itu, Alex Marwata mengatakan sebagian dari uang suap tersebut digunakan untuk Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.
"Sebagian dari uang suap tersebut digunakan untuk Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar," ujarnya.
Eni Maulani Saragih sendiri tidak membantah dirinya menerima uang sebesar Rp2 miliar.
"Memang ada duit Rp2 miliar saya terima. Sebagian saya gunakan untuk Munaslub Desember," ujarnya seusai diperiksa KPK, Senin (27/8/2018).
Saat ini, KPK sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini, yakni Eni Maulani Saragih dari Komisi VII DPR RI, Johannes Budisutrisno Kotjo, selaku pemegang saham di BlackGold Natural Resources Ltd, dan Idrus Marham, Menteri Sosial RI yang selama ini diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar.
Sejumlah pihak telah diperiksa untuk kasus ini, yakni perusahaan dan anak perusahaan BUMN, perusahaan asing yang masih menjadi bagian atau mengetahui skema kerjasama PLTU Riau 1, Kepala Daerah, dan tenaga ahli.
KPK masih menggali proses persetujuan atau proses sampai dengan rencana penandatanganan kerja sama dalam proyek PLTU Riau-1.
Skema kerja sama dalam kasus PLTU Riau-1 juga menjadi fokus KPK.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Eni Saragih dan Idrus Marham disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, sebagai pihak yang diduga pemberi, Johanes Budisutrisno disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.