Bisnis.com, JAKARTA -- Dua hari setelah Asian Games resmi ditutup, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginformasikan terdapat 14 laporan gratifikasi yang berkaitan dengan tiket.
Dari 14 tiket yang dilaporkan, 13 di antaranya tidak digunakan. Dengan kata lain, hanya 1 laporan penerimaan, dengan jumalah dua tiket, yang telah digunakan
"Level jabatan pelapor beragam, yaitu Direktur Jenderal, Direktur, Kepala Sub Direktorat, Sekretaris dan Account Representative di DJP," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (4/9/2018).
Masalah gratifikasi tiket Asian Games sudah mencuat sejak beberapa waktu lalu. Bahkan, sempat ada tanggapan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla mengenai hal itu.
"Ndak perlu, karena ada batasan gratifikasi itu Rp10 juta. Tiket kan karena harganya paling tinggi Rp3 juta,” ujar Jusuf Kalla di kantor Wakil Presiden RI, Selasa (28/8/2018)
Selasa malam, KPK mengeluarkan statement terkait dengan tanggapan Jusuf Kalla tersebut.
KPK mengatakan sesuai Pasal 16 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Pasal 12C UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, hal tersebut wajib dilaporkan.
"Jadi, nilai Rp10 juta di Pasal 12B UU 20 Tahun 2001 bukan nilai batasan boleh atau tidak boleh gratifikasi diterima. Namun, nilai Rp10 juta tersebut terkait dengan teknis pembuktian di persidangan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Dia menambahkan, jika gratifikasi yang diterima lebih besar dari Rp10 juta, maka diterapkan pembuktian pembuktian terbalik, jika lebih rendah akan diterapkan metode pembuktian biasa.
"Seharusnya pejabat dapat membeli sendiri tiket Asian Games tersebut tanpa harus meminta pada pihak-pihak lain," tegasnya.
Selain itu, pada Rabu (30/8/2018) Direktorat Gratifikasi KPK menerima sebuah laporan penolakan gratifikasi.
Laporan tersebut berisi seorang pejabat melakukan penolakan terhadap pemberian gratifikasi berupa tiket Asian Games secara gratis.