Bisnis.com, JAKARTA – Pembahasan soal perubahan UU No 37 tahun 2004 tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Kepailitan telah masuk pada fase penyusunan naskah akademik.
Selain 12 isu yang telah dibahas sejak tahun lalu, Tim Penyusunan Naskah Akademik tahun 2018 soal RUU Kepailitan juga memasukkan 11 isu baru dan diharapkan bisa masuk Prolegnas 2019.
Berikut adalah daftar isu yang dibahas yang diperoleh bisnis dari Tim Penyusunan Naskah Akademik tahun 2018 soal RUU Kepailitan.
Baca Juga
12 Isu Perubahan UU Kepailitan dan PKPU
- Dalam syarat kepailitan, menambah jumlah kreditur menjadi dua dan besaran utang minimal ditentukan.
- Pembuktian sederhana dari kata ‘harus’ menjadi ‘dapat’ dalam pasal 8 ayat (4) UU 37/2004.
- Automatic stay artinya terhitung sejak permohonan kepailitan atau PKPU didaftarkan ke PN Niaga maka seluruh harta kekayaan debitur tidak boleh dijual, dialihkan atau tidak ditransaksikan.
- Kreditur pemegang jaminan dalam kepailitan diberikan hak eksekusi selama 6 bulan dan setelahnya diberikan kepada kurator.
- Menyesuaikan kewenangan Bapepam dan sebagian kewenangan Bank Indonesia yang telah beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
- Kepailitan badan usaha milik negara, daerah dan desa diatur lebih tegas siapa yang dapat menjadi pemohon dan jenis badan usaha yang dapat dimohonkan pailit atau PKPU.
- Kedudukan dan pengawasan kurator diusulkan dalam Pasal 70 yang memberikan kewenangan pengangkatan dan pembinaan kurator kepada Kemenkumham selama tidak menambah beban kurator.
- Sita kepailitan terhadap sita pidana supaya lebih tegas diatur posisi hukumnya supaya jika ada putusan pailit sebelum sita pidana maka pelaksanaan sita pidana harus atas izin hakim pengawas.
- PKPU hanya oleh kreditur dihapuskan dan kewenangan PKPU diberikan hanya kepada debitur.
- Peringkat pekerja dan kreditur lainnya dalam kepailitan agar RUU mengakomodir dua norma baru dalam putusan MK.
- Memasukkan soal kepailitan lintas batas negara.
- Penjualan harta pailit sebelum penjualan diharuskan adanya pemberitahuan dari kurator kepada debitur.
Fact or Fake Seputar AIDS: Virus HIV Bisa Ditularkan Lewat Ciuman?
Isu Baru Perubahan UU Kepailitan dan PKPU
- Kewenangan Panitera dalam pemeriksaan Pasal 6 ayat (3) dan 224 ayat (6): Yang berhak menolak perkara adalah Pengadilan bukan Panitera.
- Biaya Kepailitan dan PKPU: Biaya Kurator sebagaimana dalam Pasal 17 UU KPKPU, perlu diperjelas dan rasional.
- Kurator Kepailitan: Terkait ketentuan Pasal 74, Ketaatan dan keterbukaan informasi oleh kurator dalam menyampaikan laporan 3 bulanan dan memberi kemudahaan akses bagi debitur dan kreditur terhadap perkembangan proses pengurusan dan pemberesan.
- Kewenangan Hakim Pengawas: Diharapkan ada sesi diskusi khusus antara MA dan Kemenkumham, terkait fungsi pengawasan kepada Kurator.
- Ketentuan Paksa Badan: Pasal 95. Agar tegas diatur teknisnya pelaksanaannya, selain perbaikan pada kesalahan kutipan pasal yang ditunjuk, tertulis Pasal 98, seharusnya Pasal 97.
- Prosedur Renvoi: Pasal 127. Agar tegas diatur adalah kewenangan PN Niaga, serta diatur ketentuan waktu permohonan dan pemeriksaan. Penjelasan pasal tersebut keliru menyebut Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi atau MA.
- Perdamaian: Ada perbedaan perlakuan upaya hukum atas penolakan Pengesahan perdamaian Kepailitan dan PKPU di Pasal 160 (1) dan 285 (4). Pada 160 (1) dapat diajukan Kasasi sedang dalam 285 (4) tidak dapat kasasi.
- Iklan Koran Pasal 181 (3): Karena sudah ada undangan dalam Pasal 181 (2) dan kreditur telah diketahui maka tidak dibutuhkan lagi iklan koran.
- Mahkamah Agung memeriksa perkara: Pasal 196 (3), karena MA bukan Judex Factie maka ketentuan harus dihapuskan.
- Peninjauan Kembali: Ketentuan Pasal 296, hendaknya disesuaikan dengan ketentuan Pasal 11 dan 14 UUK, mengingat kekhususan perkara kepailitan yang harus cepat pemeriksaannya.
- Perubahan Pasal 303: Kewenangan pengadilan untuk menyelesaikan permohonan kepailitan (ditambahkan dan PKPU) sekalipun terikat perjanjian arbitrase.