Kabar24.com, JAKARTA — Tiga hari setelah mantan Menteri Sosial Idrus Marham resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan proyek PLTU Riau-1, mantan Ketua DPR RI Setya Novanto kembali diperiksa KPK.
Setya Novanto diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budosutrisno Kotjo, pemegang saham di BlackGold Natural Resources ltd.
Wakil Pimpinan KPK Laode Muhamad Syarif menganggap terpidana kasus korupsi KTP-elektronik tersebut tahu mengenai kasus PLTU Riau-1.
"Berdasarkan keterangan awal atau informasi awal yang diperoleh penyidik, Pak SN dianggap mengetahui tentang proyek ini," ujar Laode di kantor KPK di Jakarta, Senin (27/8/2018).
KPK, lanjutnya, mencurigai terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan Setya Novanto terkait dengan PLTU Riau-1.
Sementara itu, Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan penyidik perlu melakukan pendalaman terlebih dahulu terhadap Setya Novanto terkait dengan aliran dana.
"Kami mengikuti arus uangnya kemana saja, konsep follow the money menjadi penting di sana," ujar Febri.
KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini, yakni Eni Maulani Saragih dari Komisi VII DPR RI, Johannes Budisutrisno Kotjo, selaku pemegang saham di BlackGold Natural Resources Ltd, dan Idrus Marham, Menteri Sosial RI yang selama ini diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar.
Sejumlah pihak telah diperiksa untuk kasus ini, yakni perusahaan dan anak perusahaan BUMN, perusahaan asing yang masih menjadi bagian atau mengetahui skema kerjasama PLTU Riau 1, Kepala Daerah, dan tenaga ahli.
KPK masih menggali proses persetujuan atau proses sampai dengan rencana penandatanganan kerja sama dalam proyek PLTU Riau-1.
Skema kerja sama dalam kasus PLTU Riau-1 juga menjadi fokus KPK.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Eni Saragih dan Idrus Marham disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, sebagai pihak yang diduga pemberi, Johanes Budisutrisno disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.