Bisnis.com, JAKARTA--Kejaksaan Agung telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Galaila Karen Agustiawan.
Mantan Direktur Utama PT Pertamina itu diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy Australia pada tahun 2009.
Kasubdit Penyidikan pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung, Sugeng Riyanta menjelaskan Galaila Karen Agustiawan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka hari ini oleh tim penyidik Kejaksaan Agung.
Dia tidak menjelaskan lebih lanjut alasan tim penyidik baru memeriksa Galaila Karen Agustiawan kembali setelah sekian lama ditetapkan sebagai tersangka.
"Memang betul, jadwal pemeriksaannya hari ini ya Kamis 23 Agustus 2018, bukan Selasa 21 Agustus 2018 kemarin," tutur Sugeng.
Sugeng mengakui pihaknya tidak tahu persis kapan Karen Agustiawan akan hadir ke Kejaksaan Agung untuk memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyidik. Namun, Sugeng memastikan pemeriksaan terhadap Galaila Karen Agustiawan akan berlangsung sepanjang hari ini.
"Saya kurang tahu persisnya kapan akan datang, tapi yang jelas sudah diagendakan pemeriksaan hari ini," katanya.
Mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Agustiawan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik Kejaksaan Agung sejak 22 Maret 2018.
Pada perkara dugaan tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy Australia tahun 2009 itu, tim penyidik Kejaksaan Agung juga menetapkan Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina Genades Panjaitan dan Direktur Keuangan Pertamina Frederik Siahaan.
Terhaddap Karen Agustiawan dan dua tersangka lainnya itu sudah dikenakan status pencegahan bepergian ke luar negeri pada 22 Maret 2018.
Sementara Mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) pada Direktorat Hulu PT Pertamina (Persero) Bayu Kristanto sudah ditetapkan sebagai tersangka lebih dulu dan langsung ditahan selama 20 hari oleh tim penyidik.
Seperti diketahui, kasus tersebut terjadi pada 2009, saat Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10% terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai US$31 juta.
Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Ternyata Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan berproduksi.
Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar US$31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar.