Bisnis.com, JAKARTA--Bareskrim Mabes Polri menyarankan agar Kejaksaan Agung (Kejagung) mengadili in absentia terhadap buronan tersangka pendiri PT Trans Pasific Petrocemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratno agar perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut tidak jalan di tempat.
Honggo Wendratno adalah pendiri PT Trans Pasific Petrocemical Indotama (TPPI) yang melarikan diri ke luar negeri setelah ditetapkan tersangka oleh tim penyidik Bareskrim Polri karena merugikan negara sebesar Rp35 triliun dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait penjualan kondensat bagian negara.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Kombes Pol Daniel Tahi Monang Silitonga mengatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung memiliki wewenang penuh guna mengadili tersangka Honggo yang kini buron secara in absentia di Pengadilan.
Menurutnya, untuk mengadili Honggo Wendratno secara in absentia tersebut JPU Kejagung hanya perlu mengajukan surat resmi ke Pengadilan.
"Semestinya mengadili secara in absentia itu kan bisa saja. Tapi itu kan keputusan pengadilan atas pengajuan dari JPU yang berwenang," tutur Daniel kepada Bisnis, Senin (13/8).
Daniel sendiri menjelaskan Kepolisian masih bekerja untuk menangkap buronan Honggo yang belakangan ini diketahui berada di Singapura.
Baca Juga
Menurutnya, Polri juga sudah bekerja sama dengan Interpol setempat untuk meringkus pelaku tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga Rp35 triliun itu.
"Sampai saat ini kami masih bekerja keras untuk menangkap yang bersangkutan," katanya.
Seperti diketahui, Honggo telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait penjualan kondensat bagian negara.
Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menaksir kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas, Kementerian ESDM, dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) mencapai sebesar Rp35 triliun.
Dalam kasus yang menyeret tiga tersangka, yakni mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, dan pendiri PT TPPI Honggo Wendratno tersebut, penyidik sudah memeriksa puluhan saksi dari unsur SKK Migas, TPPI, Kementerian Keuangan, Pertamina, dan Kementerian ESDM.
Kasus tersebut bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI pada bulan Oktober 2008 terkait dengan penjualan kondensat dalam kurun waktu 2009 sampai 2010. Perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan pada Maret 2009.
Penunjukan langsung ini menyalahi Peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.