Kabar24.com, JAKARTA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kecewa terhadap rencana Amerika Serikat untuk menggandakan pengenaan tarif impor baja dan aluminium terhadap negaranya.
Erdogan juga tak segan-segan mengancam bakal keluar dari kemitraan yang telah terjalin selama berdekade dengan AS.
"Kegagalan untuk mengembalikan tren unilateralisme dan tidak lagi saling menghormati akan membuat kami [Turki] berpaling untuk mencari teman dan mitra baru," tulisnya di New York Times, seperti dikutip Bloomberg, Minggu (12/8).
Juru Bicara Erdogan, Ibrahim Kalin, menyampaikan lewat akun Twitter-nya, bahwa AS terancam akan kehilangan Turki untuk selamanya.
Sementara itu, gejolak keuangan memperlihatkan tanda-tanda akan merembes ke seluruh ekonomi di dunia. Perusahaan swasta Turki yang meminjam dalam jumlah besar dalam mata uang asing kini menderita peningkatan utang yang ekuivalen dengan sekitar 40% hasil produksi secara tahunan.
Sejak beberapa tahun terakhir, beberapa korporasi besar di Turki dan konglomeratnya telah memintabrestrukturisasi miliaran dolar AS dalam utang asing.
"Kunci untuk semua harapan darinstabilitas Turki adalah kemampua perbankan untuk memerangi sindikat utang," kata Paul McNamara, manajer keuangan di GAM UK, London.
Baca Juga
Investor kini percaya, Bank Sentral Turki akan mencemooh keinginan Erdogan dan akan menaikkan suku bunga ke atas 17,75% supaya mata uang lira tidak jatuh terlalu dalam lagi.
"Tampak seperti perpecahan sepenuhnya, jadi mereka harus bertindajk sekarang," kata Morten Lund, strategis di Nordea Bank AB.
Dia menegaskan, lira akan terus melemah jika bank sentral tidak juga menaikkan suku bunga.
Adapun dari sisi AS, Presiden AS Donald Trump menyebutkan setelah mengancam akan menaikkan tarif impor baja dan aluminium untuk Turki pekan lalu, bahwa "hubungan AS dengan Turki sedang tidak baik saat ini."