Bisnis.com, JAKARTA—Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali mengatakan bahwa meningkatnya jumlah politisi yang pindah partai merupakan penyebab dari lemahnya ikatan ideologis kader partai dan konflik internal yang menggejala akhir-akhir ini.
“Fenomena lemahnya ikatan ideologis kader dengan partai menurut saya membuat pada pemilu mendatang pindah partai lebih semarak secara kuantitas, ujarnya dalam diskusi bertajuk “Caleg Lompat Partai, DPR Banjir PAW, Ganggu Kinerja?” bersama anggota DPR Eva Kusuma Sundari dari PDIP dan politisi Partai Hanura, Inas Nasrullah, Kamis (19/7).
Menurutnya, pada Pemiilu 2014 politisi pindah partai tidak terlalu banyak. Akan tetapi menjelang pendaftaran caleg kali ini, banyak sekali politisi Senayan pindah partai terutama ke Partai Nasdem.
Selain persoalan ideologi, ujar Zainuddin, faktor berikutnya adalah faktor konflik internal di partai asal. Menurutnya, konflik itu bukan hanya keterbelahan pengurus, namun juga konflik antar individu dengan engurus partai.
Zainuddin mengakui Partai Golkar juga mengalami fenomena tersebut ketika terjadi konflik pada 2014 akhir hingga berakhir pada pertengahan 2016.
“Hal itu sangat terasa pada saat Pilkada 2015, banyak kader-kader potensial Partai Golkar yang akhirnya meninggalkan partai dan dia menjadi calon kepala daerah dari partai lain,” ujarnya.
Baca Juga
Salah satu contoh politisi Golkar yang pindah partai adalah Priyo Budi Santoso yang masuk ke Partai Berkarya. Mantan Ketua DPP Partai Golkar yang juga sebelumnya Wakil Ketua DPR tersebut Priyo tak sendiri karena Titiek Soeharto juga ikut keluar bersama Priyo.
Sementara itu, Eva Kusuma Sundari menilai faktor penyebab pindah partai lebih disebabkan oleh ketatnya ambang batas bagi parpol masuk parlemen atau parliamentary threshold (PT) yang ditetapkan sebesar 4% suara sah secara nasional.
“Sebetulnya penyebabnya PT inilah yang saya terima dari beberapa teman saya di Komisi XI DPR sehingga ada politisi yang keluar parpol dan pindah ke partai yang lebih mapan,” ujarnya. Kekhawatiran parpol mereka tak lolos PT wajar karena hal itu menyangkut masalah masa depan karir politik mereka, ujarnya.
Bahkan sebagian mereka pindah menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selain menjadi caleg parpol lainnya.