Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah pekerja di Amerika Serikat yang keluar dari pekerjaan mereka karena keinginan sendiri meningkat pada Mei. Hal itu memperlihatkan sinyal keyakinan bahwa pasar pekerja di Negeri Paman Sam akan mengetat dan dapat mendorong pertumbuhan upah.
Menurut data Job Openings and Labour Turnover Survey (JOLTS) bulanan yang dikeluarkan oleh Departemen Ketenagakerjaan AS, jumlah pekerja yang meninggalkan pekerjaan mereka naik menjadi 3,3 juta dari 212.000 pada bulan sebelumnya.
Adapun kenaikan itu juga menaikkan rasio berhenti bekerja (quits rate) sebesar 0,1% menjadi 2,4%, atau terbesar sejak April 2001. Meningkatnya quits rate, yang dipandang pembuat kebijakan dan ekonom sebagai pengukuran keyakinan pasar pekerja, mendukung perkiraan bahwa kenaikan upah akan melaju pada tahun ini di AS.
“Para pekerja dapat berharap untuk mendapatkan kenaikan upah ketika mereka berpindah kerja,” kata Sophia Koropeckyj, Ekonom Senior di Moody’s Investor Analytics di West Chester, Pennsylvania, seperti dikutip Reuters, Rabu (11/7/2018).
Dia menjelaskan, pekerja yang bergerak mencari pekerjaan lain dan meninggalkan pekerjaan lamanya sama juga dengan membuka kesempatan kerja bagi orang lain untuk menempati pekerjaan lamanya tersebut.
Adapun inflasi upah bergerak moderat kendati terjadi pengetatan di dalam pasar pekerja. Pertumbuhan upah secara tahunan yang dihitung melalui pendapata rata-rata per jam sangat kesulitan untuk menembus level 3%, atau hanya naik menjadi 2,7% pada Juni.
Baca Juga
Namun, kekuatan pasar pekerja dan kenaikan inflasi yang stabil tetap bakal mendukung Bank Sentral AS (Federal Reserve) untuk menaikkan suku bunga lagi pada Agustus 2018.
Sebelumnya, The Fed telah menaikkan suku bunga pinjaman pada Juni untuk kedua kalinya pada tahun ini dan memperkirakan kenaikan sebanyak dua kali lagi hingga akhir tahun.
Adapun pekerja yang meninggalkan pekerjaannya pada Mei kebanyakan dari sektor kesehatan, asisten sosial, keuangan dan asuransi, utilitas, transportasi, dan industri pergudangan.
Laporan JOLTS tersebut juga menunjukkan terdapat 6,6 juta lowongan pekerjaan hingga akhir Mei, turun dari rekor 6,8 juta lowongan yang dilaporkan pada April.
Namun, terbukanya lowongan pekerjaan itu tetap bergerak positif dan pekerja terampil (skilled worker) semakin berkurang. Hal itu menunjukkan bahwa pasar pekerja di AS semakin mendekati tingkat penggunaan tenaga kerja penuh.
Selain itu, penurunan ketersediaan lapangan kerja juga disebabkan oleh penerimaan tenaga kerja meningkat sebanyak 173.000 menjadi 5,8 juta pada Mei.
Kenaikan tingkat penerimaan tenaga kerja itu juga meningkatkan rasio penerimaan tenaga kerja (hires rate) sebesar 0,1% menjadi 3,9%, atau tertinggi sejak Maret 2007. Hal itu juga menunjukkan bahwa ada pekerjaan untuk setiap pencari pekerjaan pada Mei.
“Berkurangnya ketersediaan lapangan kerja tampaknya terkait dengan menguatnya penerimaan kerja, namun juga mencerminkan bahwa pebisnis merendahkan standar penerimaannya,” kata John Ryding, Ekonom Senior di RDQ Economics di New York.
Adapun survei NFIB yang dirilis Selasa (10/7/2018) menunjukkan, bisnis kecil mengeluhkan penurunan kualitas pekerja sebagai menjadi masalah utama yang mempengaruhi operasional mereka pada Juni.
Departemen Ketenagakerjaan AS juga mengungkapkan mereka telah mengidentifikasi adanya kesalahan pada data JOLS untuk pemerintahan federal dari Januari 2011 hingga April 2018. Mereka menyatakan, data-data tesebut telah ditarik dari database dan akan segera diterbitkan kembali.