Bisnis.com, JAKARTA – Perkumpulan Peduli Nusantara (Pinus) berikhtiar melakukan kajian narasi sejarah Lampung dan memopulerkannya melalui medium film dokumenter.
Langkah itu dilakukan mengingat kisah Lampung masa lalu atau ‘Lampung Tumbai’ belum banyak dikaji. Minimnya referensi, kajian, ataupun akses terhadap sumber-sumber sejarah menjadikan narasi akan identitas Lampung tak banyak bergaung.
Ketua Pinus Efin Nurtjahja G. Soehada mengatakan Lampung merupakan potret multikulturalisme. Dia menjelaskan Lampung dihuni banyak pendatang, sehingga masyarakatnya akrab dengan berbagai suku dan agama.
“Dari sudut pandang historis, Lampung juga mencuri perhatian karena berbagai aspek, mulai dari jejak megalitikum, kisah federasi kerajaan Islam yang membentuknya, serta riwayat kolonialisme Eropa,” kata Efin melalui siaran pers.
Tak hanya itu, lanjutnya, hasil bumi dari negeri di ujung selatan Sumatra nan subur ini pun membuatnya sebagai magnet tersendiri.
“Semua itu menjadikan Lampung sebagai wilayah denganidentitas kultural yang unik dan agaknya identitas kultural ini belum sepenuhnya disadari sebagai modal sosial pembangunan,” tuturnya.
Efin menjelaskan pada 2017 Pinus mengawali produksi serial dokumenter dengan melakukan riset terhadap kajian sosiohistoris Lampung. Riset dilakukan terhadap objek-objek di Lampung yang memiliki potensi wisata dan ekonomi.
Sejak Januari 2018, tim dokumenter Pinus pun mulai melakukan peliputan ke sekujur wilayah tersebut. Objek peliputan mengerucut pada banyak hal, mulai dari kisah Sekala Bekhak, jejak megalitikum, sastra, kain tapis, hasil bumi (kopi dan lada), ketokohan Radin Inten II, syiar Islam dan pertalian dengan Bugis, hingga refleksi multikulturalisme Lampung dan identitas Lampung Sai Bumi Ruwa Jurai.
“Bertepatan dengan momentum bulan suci Ramadan, 10 judul dokumenter berdurasi 10 menit hingga 12 menit mengenai sejarah Lampung ini dapat disaksikan di channel youtube Tapak Lampung,” paparnya.
Tak hanya menjangkau penonton yang memiliki akses terhadap internet, Pinus juga meluncurkan dan melakukan kegiatan nonton bareng bersama komunitas dan masyarakat Lampung secara langsung.
“Film ini harus bebas disaksikan siapa pun. Saya harapkan serial ini akan menjadi medium alternatif pendidikan sejarah dan kebudayaan Lampung. Upaya mendokumentasikan narasi sejarah Lampung semacam ini bisa membangkitkan kesadaran mengenai identitas Lampung ke masyarakat luas. Jika kesadaran sejarah ini sudah meluas, saya yakin akan ada manfaat konstruktif terhadap pembangunan ekonomi masyarakat Lampung,” tutur Efin.