Bisnis.com, JAKARTA -- Balai Konservasi Borobudur (BKB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan tarif untuk pemanfaatan Candi Borobudur sebagai upaya mendukung kelestarian situs warisan budaya dunia tersebut.
Kepala BKB Tri Hartono menyebutkan instansinya memiliki lahan seluas 16 hektare (ha) dengan bangunan candi 126 meter x 126 meter di atasnya. Bangunan candi tidak bisa diubah atau ditambah dan harus dilestarikan.
Namun, upaya ini menghadapi berbagai masalah di antaranya masalah sosial dan teknologi yang terus berkembang. Atas dasar itulah, BKB menilai perlu ada pembatasan pemanfaatan Candi Borobudur, salah satunya dengan penetapan tarif.
"Tujuan utama kami adalah pelestarian Candi Borobudur. Pemanfaatan candi harus ada batasnya, sebab jika dibebaskan maka akan terjadi crowded. Makanya kami batasi demi kelestarian bangunan ini," paparnya, seperti dilansir dari Harianjogja.com, Senin (11/6/2018).
Selain itu, BKB juga berupaya melaksanakan imbauan Kemendikbud bahwa setiap instansi diminta turut memanfaatkan aset negara agar bisa menghasilkan pendapatan guna mendukung APBN. Penarikan tarif penggunaan Candi Borobudur pun akan disetor sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Berdasarkan keputusan BKB, biaya pemanfaatan Candi Borobudur berbeda-beda tergantung tujuan dan lokasi. Pemotretan pre-wedding di lapangan Aksobya misalnya, ditetapkan Rp1 juta.
Sementara itu, halaman Candi Borobudur Rp2 juta dan di bangunan candi Rp2 juta. Namun, dibatasi hanya lantai dua atau selasar.
Untuk penggunaan drone, tarifnya Rp2,5 juta. Penggunaan lampu panorama ditetapkan Rp1,25 juta per jam dan syuting untuk hiburan bukan iklan Rp2,5 juta.
Penetapan tarif ini diputuskan pada 30 April 2018. Selama sekitar dua bulan pelaksanaannya, Tri menyebutkan pendapatan yang diperoleh cukup tinggi yakni sekitar Rp80 juta.
"Tetapi, kami tidak memasang target, sebab tujuan kami adalah upaya pelestarian bangunan candi," tegasnya.
Guna mengoptimalkan perolehan pendapatan ini, petugasnya diminta melakukan pengamatan untuk mencegah kemungkinan adanya oknum yang berupaya memanfaatkan Candi Borobudur tanpa izin dan tanpa membayar tarif yang telah ditetapkan.
Bahkan, jika ada yang melanggar, instansinya tidak segan untuk melakukan tindakan.
"Misalnya saja, kalau ada drone masuk dari luar dan tidak berizin, bisa saja kami tembak. Yang jelas kami awasi guna pelestarian candi," jelas Tri.
Penetapan tarif ini pun mendapat berbagai reaksi dari warganet setelah fotografer Arbain Rambey mengunggah surat pemberitahuan tarif dari BKB ke Twitter. Ada yang menilainya terlalu mahal, ada pula yang memandang hal ini tidak masalah asalkan dananya masuk ke kantong negara dan dikelola dengan benar.
"Kalau buat penerimaan negara ya gak papa," ujar pengguna Twitter @eraynesance.
"Belum faham. Apa sesungguhnya yg mau disasar oleh pengelola, bukankah dg semakin banyak foto2 yg di shoot oleh banyak pihak merupakan iklan gratis? Krn foto2nya pasti beredar dan dipandang banyak pihak. Bukan tak setuju, mbok ya jangan mahal2," tutur @saifulteladan.
"Mungkin untuk membatasi biar pengunjung biasa yg lain juga gak terlalu terganggu sama kegiatan mereka," sebut @dekstrokardia.
"Daripada bayar ijin 2,5 jt mending duitnya buat tiket pesawat JKT BANGKOK PP, disana lebih banyak temple nya," ucap @irwangunadiart.