Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat menyebut hasil Pemilu Presiden Venezuela yang digelar kemarin waktu setempat tidak sah.
Dengan demikian, Negeri Paman Sam itu menolak untuk mengakui Nicolas Maduro sebagai presiden negara yang tengah terpuruk akibat krisis itu.
Pemungutan suara dibuka pada Minggu (20/5/2018) pagi di Venezuela dalam pemilu yang diboikot partai-partai oposisi utama dan amat ditentang oleh AS, Uni Eropa, serta pemerintah negara-negara Amerika Latin itu.
"Pemilu tipuan tak mengubah apapun. Kita ingin orang-orang Venezuela yang menjalankan negara ini... sebuah bangsa menawarkan banyak hal kepada dunia," ujar Menlu AS Mike Pompeo sebagaimana dikutip CNN.com, Senin (21/5/2018).
Dalam cuitan itu, Pompeo juga mendesak pemerintahan Maduro untuk membebaskan Joshua Holt, seorang misionaris Amerika yang ditahan pada 2016 karena dituduh bersekongkol melawan pemerintah.
Pemerintahan Donald Trump telah memberikan tekanan pada rezim Maduro dengan menjatuhi sanksi kepada para anggota rezim itu. Negara itu juga menghalangi Venezuela untuk mendapatkan pinjaman di pasar finansial Amerika Serikat.
Pada Jumat (18/5/2018), Departemen Keuangan AS memberikan hukuman pada bos Partai Sosialis sekaligus wakil Maduro, Diosdado Cabello. Lembaga itu menuduh Cabello telah bekerja dengan orang-orang yang juga terkena sanksi, dalam memindahkan obat-obatan terlarang lewat Venezuela.
Sebanyak 20 juta orang memenuhi syarat untuk ikut serta dalam pemungutan suara pemilu pada Minggu dan Maduro diperkirakan menang meski 75% tak setuju terhadap pemerintahannya.
Hal itu dikarenakan warga Venezuela kini menghadapi kekurangan makanan, obat-obatan, pemadaman listrik dan air, serta lonjakan tingkat kriminalitas.
"Pemilu Venezuela hari ini adalah tidak sah," kicau Juru Bicara Departemen Luar Negeri Heather Nauert lewat akun Twitter miliknya.