Bisnis.com, JAKARTA - Setara Institute menganggap persekusi yang menimpa Jamaah Ahmadiyah dalam bentuk penyerangan, perusakan rumah penduduk dan pengusiran di Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat 19-20 Mei 2018, merupakan tindakan yang tak pantas atas nama agama.
Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan aksi yang dilakukan oleh massa dari desa setempat ini dasari sikap kebencian dan intoleransi pada paham keagamaan yang berbeda.
Kebencian dan intoleransi yang tumbuh di masyarakat menurutnya harus ditangani sebagai tantangan dan potensi ancaman keamanan nyata. Intoleransi adalah tangga pertama menuju terorisme. Sedangkan terorisme adalah puncak intoleransi. Oleh karena itu, energi pemberantasan terorisme harus dimulai dari hulu, yakni intoleransi sebagaimana yang terjadi di Lombom Timur ini.
"Jika dibiarkan, aspirasi politik kebencian dan intoleransi dapat berinkubasi menjadi aksi-aksi terorisme," kata Bonar dalam keterangan resminya Minggu (20/5/2018).
Adapun indikasi akan adanya aksi persekusi terhadap warga Ahmadiyah sebenarnya sudah dirasakan oleh warga Ahmadiyah sejak bulan Maret 2018 dan sudah dilaporkan kepada aparat kepolisian dan pemerintah setempat.
Beberapa kali dialog antar warga juga dihadiri oleh aparat Polsek Sakra Timur dan Polres Lombok Timur. Dalam dialog-dialog tersebut, kelompok warga penyerang menuntut warga Ahmadiyah untuk keluar dari keyakinan mereka dengan ancaman pengusiran jika tuntutan tersebut tidak diindahkan.
Terkait dengan terjadinya aksi teror dan persekusi terhadap warga Ahmadiyah di Lombok Timur, Setara Institute menyampaikan beberapa pernyataan.
Pertama, mengutuk aksi tidak manusiawi yang dilakukan sekelompok warga intoleran terhadap warga Ahmadiyah di Lombok Timur tersebut. Tindakan demikian nyata-nyata merupakan tindakan melawan hukum, melanggar amanat konstitusi, bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, dan merusak kebinekaan.
Kedua, menyesalkan kegagalan aparat kepolisian dalam mengantisipasi dan mencegah terjadinya kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah di Desa Greneng tersebut. Kapolri harus memberikan perhatian besar terhadap kinerja aparat keamanan dalam mencegah kekerasan atas nama agama.
Ketiga, menuntut pemerintah untuk menjamin keamanan jiwa raga dan hak milik seluruh warga Ahmadiyah, khususnya di Nusa Tenggara Barat. Jamaah Ahmadiyah memiliki seluruh hak dasar sebagai warga negara yang dijamin oleh UUD NRI tahun 1945, hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat, mendesak Pemerintah Daerah dan Pusat untuk mengambil tindakan segera untuk melakukan pemulihan (remedies) atas hak-hak korban yang terlanggar dan tercerabut akibat aksi kekerasan tersebut.