Bisnis.com, JAKARTA--PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya semakin optimistis memenangkan gugatannya kepada Otoritas Jasa Keuangan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak keberatan yang diajukan OJK.
Kuasa hukum PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (penggugat) Poltak Hutadjulu mengungkapan eksepsi atau keberatan OJK sudah sepantasnya ditolak.
Bagi Poltak, dalil OJK yang menyatakan perkara pencabutan izin usaha harus diperiksa di Pengadilan Tata Usaha Negara tidak seluruhnya benar.
Pasalnya, gugatan Bumi Asih tidak semata-mata berisi tentang pencabutan izin usaha Bumi Asih oleh OJK pada 28 Oktober 2013.
Menurut dia, gugatan ini merupakan satu rangkaian perbuatan OJK yang semena-mena mulai dari melakukan pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha hingga mempailitkan Bumi Asih.
"Gugatan ini adalah satu kesatuan perbuatan melawan hukum, tidak bisa dipisah sendiri-sendiri ke tata usaha negara. Kami mengapresiasi putusan hakim,"'tutur Poltak kepada Bisnis, Selasa (24/4/2018).
Putusan sela tersebut membuat Bumi Asih semakin optimis memenangkan gugatan. Poltak menambahkan, asuransi yang berdiri sejak 1967 ini akan mendapatkan keadilan dalam ranah pidana ini.
Apalagi, intervensi yang diajukan kurator juga ditolak oleh majelis. Masuknya kurator kepailitan bumi asih, tambahnya, juga merupakan inisiasi dari OJK.
"Kami yakin menang," imbuhnya singkat
Dalm gugatannya, Asuransi Bumi Asih meminta ganti rugi kepda OJK Rp5,4 triliun.
Rinciannya, kerugian materil senilai Rp1,4 trilun. Kerugian ini dihitung sejak OJK melakukan pencabutan izin usaha pada Oktober 2013.
Di sisi lain, penggugat juga meminta ganti rugi imateril sebesar Rp4,4 triliun. Pasalnya sejak Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) pada 30 April 2009 hingga sekarang, penggugat telah kehilangan peluang investasi yang besar.
Salah satu asuransi tertua di Indonesia ini keberatan dengan aksi OJK menjatuhkan sanksi PKU terhadap Bumi Asih.
Lima tahun berselang, OJK mencabut izin usaha penggugat tertanggal 28 Oktober 2013.
Penggugat mengklaim pencabutan izin usaha ini bertentangan dengan Pasal 42 ayat (1) jo Pasal 42 ayat (4) PP No.73/1992 tentang Penyelenggaran Usaha Perasuransian. Pasalnya, jangka waktu antara pembatasan kegiatan usaha hingga pencabutan izin usaha maksimal hanya 12 bulan.
Selanjutnya, alih-alih memberikan solusi, OJK mengajukan permohonan pailit PT Asuransi Bumi Asih Jaya di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Permohonan pailit didaftarkan pada 18 Maret 2015 dengan nomor registrasi 04/Pdt.Sus/Pailit/2015/PN.Jkt.Pst.
Penggugat menilai, tindakan OJK mempaililitkan penggugat adalah cacat hukum lantaran tidak ada payung hukum yang mendasarinya.
Adapun peraturan pelaksanaan atas wewenang mengajukan pailit baru berlaku sejak Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) diundangan pada 11 Desember 2015.
Aturan itu tercantum pada Pasal 61 POJK No.28/POJK.O5/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi dan Kepailitan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Eksespsi OJK Ditolak Majelis
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak eksepsi kompetensi absolut yang diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atas gugatan PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya.
Kompetensi absolut merupakan kewenangan badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak dapat diperiksa badan pengadilan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut OJK, perkara antara OJK dan Bumi Asih harus diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan pengadilan negeri.
Pasalnya, PTUN bertugas memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara atau sengketa tata usaha negara.
Kendati demikian, ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Wiwik Suhartono beranggapan lain.
Wiwik menyakan gugatan Bumi Asih terhadap OJK sudah benar dilayangkan ke pengadilan negeri yang memeriksa perkara perdata atau pidana.
Menurut majelis, pengadilan negeri berhak mengadili perkara perbuatan melawan hukum antara OJK dengan Bumi Asih.
"Menolak eksepsi kompetensi absolut tergugat [OJK] atas gugatan penggugat [Asuransi Bumi Asih]," katanya membacakan putusan sela, Selasa (24/4/2018).
Atas putusan tersebut, majelis melanjutkan pemeriksaan pokok perkara. Adapun sidang berikutnya akan digelar pada 8 Mei dengan agenda pemeriksaan bukti surat.