Bisnis.com, JAKARTA - Terdakwa korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (17/4/2018).
“Menyatkaan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kedua JPU,” ujar ketua majelis hakim Yanto.
Karena itu, Setya Novanto dijatuhkan hukuman pidana 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider kurungan selama 3 bulan. Selain itu, dia juga diberikan hukuman pengganti dengan membayar uang pengganti US$7,3 juta. Jika tidak membayar pidana pengganti dalam waktu sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, negara berhak menyita harta benda miliknya untuk dilelang.
“Jika harta benda yang dilelang tidak cukup, maka terdakwa dikenakan pidana selama dua tahun penjara. Menjatuhkan pula tambahan pidana pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik selama lima tahun,” ujar Yanto.
Setya Novanto pun diperintahkan untuk tetap ditahan dan masa penahanannya sejak penyidikan akan dikurangkan seluruhkan dalam pidana penjara setelah putusan hakim.
Suara Terbata-bata
Baca Juga
Setelah putusan dijatuhkan, dengan suara terbata-bata Setya Novanto mengatakan bahwa setelah berkonsultasi dengan penasihat hukum dan pihak keluarga, dia menyatakan masih pikir-pikir dan diberi waktu selama satu minggu untuk mempertimbangkan putusan tersebut.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh tim penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam amar putusannya, majelis hakim menguraikan bahwa berdasarkan fakta persidangan, Setya Novanto turut terlibat dalam mengarahkan proses penganggaran serta mengintervensi pelaksanaan lelang proyek KTP elektronik.
Berkali-kali Lakukan Pertemuan
Majelis hakim juga mengatakan bahwa Setya Novanto terbukti berkali-kali melakukan pertemuan dengan para pihak yang berkepentingan seperti pertemuan di Hotel Gran Melia dengan opengusaha Andi Agustinus, Irman, Sugiharto dan Diah Anggraeni dari Kementerian Dalam Negeri. Dalam pertemuan itu, Novanto menyatakan dukungannya dan mengajak semua pihak bersama-sama menjaga proyek ini.
Dia juga melakukan pertemuan di ruang kerjanya, lantai 12 Gedung DPR bersama Irman dan Andi Agustinus dan menyatakan bahwa dukungan anggaran proyek tengah dikoordinasikan dengan rekan-rekan sesama wakil rakyat. Di akhir pertemuan, kepada Irman, Novanto mengatakan bahwa perkembangan informasi akan disampaikan melalui Andi Agustinus.
Perkenalkan Andi Agustinus
Setya Novanto juga memperkenalkan Andi Agustinus dengan Mirwan Amir, Wakil Ketua Badan Anggaran dengan menyatakan bahwa Andi merupakan pengusaha yang ingin terlibat dalam proyek KTP elektronik.
Andi juga diperkenalkan oleh Setya Novanto ke Chairuman Harahap, Ketua Komisi II dari Fraksi Golkar yang menggantikan Burhanudin Napitupulu. Di ruang kerja Chairuman, Andi mengatakan akan memberikan fee ke Komisi II untuk memperlancar proses pembahasan anggaran.
Johannes Marliem
Di ruang kerjanya selaku Ketua Fraksi Partai Golkar pula, Setya Novanto menggelar pertemuan dengan Andi Agustinus, almarhum Johannes Marliem dan beberapa pihak lain untuk meyakinkan Marliem sebagai calon subkontraktor bahwa proyek tersebut benar-benar akan dilaksanakan.
Setya Novanto juga disebut menyetujui bahwa pihak DPR akan mendapatkan fee 5% dari total proyek setelah beredar informasi yang diterima oleh Irman bahwa DPR baru menyetujui anggaran proyek sebesar Rp1 triliun. Padahal dibutuhkan sekitar Rp2,6 triliun.
Pertemuan selanjutnya di Gedung Equity Tower, dihadiri oleh Setya Novanto dan Chairuman Harahap, serta Andi Agustinus. Pada kesempatan itu, Novanto dan Chairuman menagih komitmen fee dan Andi menyampaikan bahwa pemberian fee US$3,5 juta ke Novanto akan diberikan oleh Anang Sugiana Sudihardjo, anggota konsorsium PNRI yang diambil dari Johannes Marliem dari Mauritius dan Indonesia dan ditransfer melalui Made Oka Mas Agung, teman dekat Novanto.
Selisih Harga
Di saat proses tender tengah berlangsung pun Setya Novanto menggelar pertemuan dengan pihak vendor yakni Sutanto Eka Praja dan menanyakan apakah memungkinkan chip kartu didatangkan dari China agar bisa mendapatkan selisih harga yang lebih tinggi. Terkait selisih harga inipun, dia sempat meminta Johannes Marliem memberikan diskon perekaman data menjadi Rp2.500 dari Rp5.000 dan selisih harga inilah yang akan menjadi fee bagi dirinya.
Kepada konsorsium pemenag tender, Setya Novanto juga mencarikan solusi uang muka pelaksanaan proyek setelah Kementerian Dalam Negeri tidak menberikan uang muka. Solusinya, dia menyodorkan nama Made Oka Mas Agung, rekannya, yang memiliki jaringan ke dunia perbankan.
Adapula beberapa pertemuan lain di kediaman Setya Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru yang dihadiri oleh Andi Agustinus dan Johannes Marliem, termasuk ketika keduanya menghadiahkan jam tangan premium kepada Novanto, serta perbincangan mengenai uang Rp20 miliar yang akan diberikan kepada KPK jika melakukan penyidikan korupsi ini.