Bisnis.com, JAKARTA--Ketua DPR Amerika Serikat Paul Ryan menyatakan akan mundur dari jabatannya pada awal 2019 dan tidak akan mengajukan diri lagi sebagai pimpinan parlemen.
Pengunduran diri Ryan mengguncang Partai Republik dan Presiden Donald Trump menjelang pemilihan umum berikutnya.
Mundurnya Ryan akan membuat Partai Republik harus mencari tokoh baru untuk memimpin DPR AS pada saat partai berjuang mempertahankan posisi mayoritas di Kongres dan mengajukan agenda-agenda Trump. Mundurnya Ryan juga memicu kecemasan politisi Republikan yang sudah khawatir soal prospek perolehan suara mereka dalam pemilu November nanti.
"Ini akan memicu perdebatan di antara Republikan soal siapa yang akan menjadi Ketua DPR selanjutnya," ujar seorang politisi senior Republikan yang tidak disebut namanya seperti dikutip Reuters, Kamis (11/4/2018).
Dia mengkhawatirkan perhatian akan beralih kepada perebutan jabatan tersebut ketimbang mempertahankan suara mayoritas Republikan di Parlemen.
Agenda Trump pada 2018 antara lain pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko, sebuah program infrastruktur yang tidak menarik perhatian Kongres. Kepergian Ryan kemungkinan besar tidak akan mengubah hal itu, kata John Feehery, seorang pelobi Partai Republik, yang pernah menjadi juru bicara mantan Ketua DPR AS Dennis Hastert.
Baca Juga
"Secara realistis, peluang untuk menyelesaikan program Trump sangat kecil," kata Feerhery.
Kemenangan terbesar dari kebijakan yang diusulkan Partai Republikan sejak Trump berkuasa 15 bulan lalu adalah perombakan pajak yang disahkan pada Desember. Meski sering berselisih paham dengan Trump, Ryan sangat berperan dalam mendorong kemenangan Partai Republik itu.